Pemprov Kaltara Butuh Bukti Tertulis, Bukan Berdasarkan Isu
Cabut SK Penetapan Pimpinan DPRD Nunukan Jika Paripurna Terbukti Fiktif“Kami tidak bisa mencabut (SK Gubernur) berdasarkan isu. Kita Pemerintah harus ada bukti tertulis,” tegasnya.
Soal dugaan sidang paripurna fiktif ini, Irianto Lambrie juga memberi atensi serius. Dia mengatakan, jika memang isu yang berkembang bahwa rapat paripurna tanggal 25 Agustus itu benar, maka pihak yang paling bertanggung jawab adalah yang memiliki keterkaitan teknis terhadap penerbitan risalah sidang paripurna tadi. Jika itu terbukti fiktif dan terjadi pemalsuan, Irianto menegaskan dapat diproses dan dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
“Saran saya, jangan mudah menuduh dan mengembangkan isu negatif, cek dahulu bukti kebenarannya, meskipun dalam politik kadang kala ada pihak yang menempuh menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan tersebut,” kata Irianto.
Sementara itu untuk mekanisme pengusulan unsur pimpinan DPRD definitif, Irianto menyebutkan, awalnya masing-masing pimpinan partai politik mengusulkan calon Pimpinan DPRD, selanjutnya, usulan tersebut disampaikan dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD. Setelah itu, usulan penetapan calon Pimpinan DPRD harus dilengkapi dengan risalah Rapat Paripurna dan dokumen lainnya, yang kesemuanya harus asli (tanda tangan basah).
Setelah rapat risalah selesai, kata Irianto, maka Sekretariat DPRD membuat pengantar ke bupati dan selanjutnya bupati membuat surat pengantar ke gubernur. Jika surat sudah masuk ke Pemprov Kaltara, maka tim Pemprov Kaltara akan menelaan dan meneliti dokumen yang disampaikan, apakah kelengkapannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau masih ada kurang.
"Jika dinyatakan sudah lengkap maka SK Gubernur tentang penetapan pimpinan DPRD kabupaten/kota diterbitkan," tandasnya.(din)