Peneliti TSRC Sebut Kompleksitas Pemilu 2024 Munculkan Fenomena Split-Ticket Voting
Menurut Erry, hal ini kemudian memicu terjadinya perolehan suara yang tidak linier antara suara partai dengan suara capres-cawapres yang diusung.
Faktor kedua, lanjut Erry, ialah komposisi daftar pasangan calon juga memengaruhi terjadinya split-ticket voting.
"Makin banyak calon yang ditawarkan partai politik, semakin rentan terjadinya split-ticket voting," tuturnya.
Faktor ketiga ialah pengaruh kefiguran dan rendahnya identitas partai. Erry menyebutkan menguatnya politik kefiguran dan rendahnya identitas partai di Indonesia membuat pemilih mulai menempatkan preferensi politiknya pada faktor sosok atau kefiguran daripada partai politik.
"Meski demikian, fenomena ini hanya terjadi pada ranah pemilihan eksekutif, namun pada pemilihan legislatif, temuan penelitian di dua daerah pemilihan masih memperlihatkan loyalitas pemilih kepada partai politik," tuturnya.
Faktor keempat yang dijelaskan Erry ialah economic voting yang terjadi pada konstelasi pemilihan presiden 2024.
Dia menyebutkan hal ini ditandai dengan tingginya kepuasan terhadap pemerintahan Jokowi dan liniearitas dukungan pemilihnya terhadap pasangan Prabowo-Gibran.
"Artinya, para pemillih yang merasa bahwa tingkat ekonominya membaik pada era Presiden Jokowi cenderung akan mendukung pasangan capres-cawapres yang diasosiasikan dengan Jokowi," pungkas Erry.(mcr8/jpnn)