Pengamat Anggap Kebijakan Jokowi Justru Lemahkan Pertamina
jpnn.com - JAKARTA - Pengamat ekonomi dan politik dari Indonesia for Global Justice, Salamuddin Daeng menilai kebijakan pemerintahan Joko Widodo akhir-akhir ini justru cenderung melemahkan Pertamina. Salah satu buktinya adalah liberalisasi sektor migas yang berdampak pada fluktuasi harga minyak dan gas di dalam negeri.
"Langkah itu terlihat jelas sebagai upaya melemparkan Pertamina ke pasar bebas migas di Indonesia. Sementara di sisi lain Pertamina dibebani dengan berbagai penugasan dari negara, dikenai berbagai kewajiban yang memberatkan," katanya di Jakarta, Rabu (11/3).
Daeng lantas membeberkan sejumlah fakta untuk menguatkan tudingannya. Misalnya, untuk distribusi BBM public service obligation (PSO), margin untuk terhadap Pertamina hanya kurang dari satu persen. Sementara untuk Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang juga menyalurkan PSO listrik, pemerintah menetapkan kebijakan margin hingga 7 persen.
“Kebijakan lain, Pertamina juga harus mendistribusikan BBM PSO dan non PSO pada daerah-daerah remote (terpencil, red) yang biaya transportasinya tinggi. Sementara pemain lain (asing dan swasta nasional, red) hanya bermain di wilayah basah atau di wilayah Jawa, Madura dan Bali saja, tanpa ada persyaratan khusus dari pemerintah,” katanya.
Daeng mengakui, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, Pertamina memang diberi kewenangan menambah besaran margin untuk distribusi BBM umum di Jawa, Madura dan Bali, minimal 5 persen dan maksimal 10 persen. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan kebijakan itu tidak berjalan.
“Kebijakan yang juga memberatkan, adanya pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor (PPBBKB) terhadap BBM non PSO. Kondisi ini membuat pemilik kapal tidak mau membeli BBM marine di Indonesia. Jadi pemerintah saya nilai tidak jeli dan tidak cerdas menangkap peluang bisnis BBM marine, khususnya di wilayah selat Malaka yang pangsa pasarnya sekitar 40juta kilo liter,” katanya.(gir/jpnn)