Pengamat: Dinasti Politik Membajak dan Membonsai Demokrasi Indonesia
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki fungsi pengawasan yaitu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang Undang, APBN dan Kebijakan Pemerintah.
"Kalau DPR-nya lebih kuat, seharusnya kontrol kepada pemerintah harus lebih kuat," kata Kacung.
Lebih lanjut, Prof Kacung menegaskan, politik dinasti terjadi karena proses rekruitmen politik di dalam keluarga secara tidak demokratis.
"Proses rekrutmen politik dinasti itu dibangun dan dibungkus melalui pemilihan secara demokratis formal. Hal ini terlihat di sejumlah daerah. Misalnya, setelah menjabat kepala daerah, istri atau anaknya yang menggantikan dan seterusnya," kata Prof Kacung.
Menurut dia, pengalaman di beberapa daerah di Indonesia ada contoh baik dan buruknya. Misalnya, di Banyuwangi, Bupati Azwar Anas digantikan istrinya.
"Sejauh ini jalannya pemerintahan oleh istrinya Pak Anas itu baik. Sementara contoh yang buruk adalah di Bogor. Bupati Bogor pernah digantikan adiknya, dan dua-duanya tersangka korupsi," ujar Prof Kacung.
Sementara itu politik dinasti di 'tingkat nasional' terjadi pada masa pemerintahan Presiden Jokowi.
Anaknya, Gibran Rakabuming Raka terjun ke dunia politik dengan menjadi Wali Kota Solo, yang kini jadi Cawapresnya Prabowo Subianto.