Pengamat Nilai Revisi UU MD3 Lindungi Anggota Dewan Korup
jpnn.com - JAKARTA - Revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang baru disahkan DPR RI dianggap tidak sejalan dengan agenda pemberantasan korupsi. Pasal 245 UU MD3 menyebutkan bahwa pemeriksaan terhadap seorang anggota DPR untuk perkara korupsi harus mendapatkan persetujuan dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perubahan UU MD3 menilai ketentuan pasal tersebut sebagai bentuk resistensi terhadap upaya penberantasan korupsi. Pasalnya, pemeriksaan anggota dewan baru bisa dilakukan setelah Mahkamah Kehormatan Dewan mengeluarkan izin tertulis dalam waktu 30 hari.
"Ini dapat berpotensi menjadi celah bagi penghilangan alat bukti atau melarikan diri karena memperumit administrasi proses hukum yang sedang berjalan. Akan ada buying time," ujar anggota koalisi masyarakat Abdullah Dahlan dalam konferensi pers di kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Minggu (13/7).
Aktivis ICW ini menegaskan, prosedur pemeriksaan itu akan menyulitkan aparat penegak hukum. Apalagi, sambungnya, aturan izin Presiden untuk pemeriksaan kepala daerah oleh penegak hukum sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Belajar dari pembatalan aturan itu, seharusnya DPR tidak membuat aturan serupa.
"MK sudah membatalkan pasal izin Presiden. Dengan adanya fatsun ini, seharusnya DPR tidak lagi membuat putusan serupa untuk anggota dewan," tegas Abdullah.
Anggota koalisi masyarakat, Ibrahim menilai bahwa UU MD3 menjadi upaya anggota dewan agar tidak tersentuh oleh hukum. Prosedur izin pemeriksaan lewat Majelis Kehormatan Dewan hanya akan memberi ruang bagi anggota dewan untuk menghilangkan barang bukti atau melarikan diri.
Apalagi, ujarnya, selama ini DPR RI yang diisi oleh anggota partai politik (parpol) tercatat sebagai lembaga terkorup.