Penghormatan Terakhir untuk Sang Buldoser
jpnn.com - TEL AVIV - Sejarah Israel dan dunia mencatat perginya sosok yang dipuja sekaligus dibenci, yakni mantan Perdana Menteri Ariel Sharon Sabtu (11/1). Dengan dibalut bendera nasional negeri Yahudi tersebut, jenazah politikus yang dikenal dengan sebutan Sang Buldoser itu disemayamkan di gedung parlemen Jerusalem, Knesset. Upacara penghormatan terakhir terhadap Ariel Sharon akan dilaksanakan hari ini (13/1).
Rakyat Israel dan sejumlah tokoh dunia pun menyatakan rasa bela sungkawa mereka kepada sosok yang pernah bertempur di empat peperangan besar sebelum masuk dunia politik itu. Sebaliknya, hampir tidak ada duka di kalangan warga Palestina yang menganggapnya sebagai musuh.
Sebagian rakyat Israel sebenarnya sudah mengucapkan "selamat tinggal" kepada sosok 85 tahun itu saat kali pertama dilaporkan koma delapan tahun lalu. Namun, setelah bertahan dalam kondisi antara mati dan hidup sejak 2005, kemarin keluarga serta rakyat Israel benar-benar berduka.
Jenazah Sharon dipindahkan dari Sheba Medical Centre dekat Tel Aviv ke Pangkalan Militer Tzrifin dengan menggunakan ambulans Sabtu (10/1). Kemudian, peti matinya dibawa ke Knesset, Parlemen Israel, kemarin pagi.
Di sana, masyarakat bisa memberikan penghormatan terakhir kepadanya mulai pukul 10.00 sampai pukul 16.00 waktu setempat. Menurut agenda, mendiang perdana menteri ke-11 Israel tersebut akan dimakamkan di peternakan miliknya di Negev, selatan Israel. Para pemimpin negara dari seluruh dunia dijadwalkan menghadiri upacara pemakaman itu. Di antaranya, Wakil Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengaguminya sebagai seorang pejuang dan pemimpin politik. "Dia adalah pejuang dan panglima luar biasa di antara jenderal-jenderal terhebat sepanjang sejarah Israel," ujarnya kemarin.
Namun, Hamas, pergerakan Palestina yang menguasai Gaza, Palestina menggambarkan Sharon sebagai pemimpin dengan warisan masa lalu yang kelam. "Kami menganggap kematian Sharon sebagai akhir dari kejahatan kemanusiaan yang dilakukan terhadap rakyat Palestina. Kami tidak akan memaafkan Sharon," tegas Israr Almodallal, juru bicara Hamas di Gaza. "Dosa terbesarnya adalah pembantaian Sabra dan Shatila di Lebanon," ungkapnya. (CNN/BBC/AP/cak/c15/tia)