Pengoperasian Terminal II Bandara Juanda Terganjal TNI AL
SURABAYA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mengungkap, bahwa izin pengoperasian Terminal II Bandara Juanda, Surabaya masih terganjal masalah lahan.
Dijelaskan Dahlan, bahwa lahan di sekitar Bandara Juanda tidak sepenuhnya dimiliki oleh PT Angkasa Pura I, selaku pengelola Bandara Juanda. Namun ternyata ada juga sertifikat tanah atas nama TNI Angkatan Laut.
"Jadi ada masalah dengan TNI AL, tanah di Bandara Juanda itu selama ini kan masuk aset AP I melalui Menkeu. Belakangan diketahui tanah-tanah ini disertifikatkan atas nama TNI AL. Ini yang jadi persoalan yang tidak pernah terpecahkan. Karena tanah ini enggak bisa double bukunya, hanya bisa satu," ucap Dahlan kepada JPNN.com di Surabaya, Kamis (13/2).
Keduanya, kata Dahlan, selama ini tetap ngotot dan berkeyakinan bahwa tanah itu atas nama mereka. "TNI AL minta terus itu jadi asetnya dia. AP I juga begitu karena sejak dulu lahan itu diserahkan pada mereka," terang dia.
Nah persoalan lahan ini kembali muncul saat AP I tengah membangun Terminal II Bandara Juanda dan sampai saat ini masalah itu belum juga menemukan titik temu. Akhirnya mantan Dirut PLN ini memerintahkan AP I untuk ikhlas memberikan lahan itu atas nama TNI AL.
"BUMN kan tidak boleh bangun di tanah orang lain. Karena masalah itu berlarut-larut akhirnya saya putuskan ini di AL saja. Kita hapus aset di AP I, dengan maksud agar permasalahan ini cepat selesai dan yang penting AL sudah mengijinkan jadi bandara," paparnya.
Tak sampai di situ Dahlan juga sudah membawa permasalah itu untuk dirapatkan saat bersama Wakil Presiden Boediono, agar mendapatkan jalan keluar yang baik. Hasilnya TNI AL diminta memberikan lahan itu atas nama AP I.
"Saya sudah sampaikan waktu rapat di Wapres. Hasil rapat koordinasi memutuskan TNI AL harus melepas asetnya, karena yang akan investasi lebih banyak di sana itu AP I dibanding TNI AL. Saya juga sudah sampaikan pada pihak AL dan akhirnya saya minta AP I ngalah saja, hanya saja prosesnya perlu waktu untuk menghapus aset itu dari BUMN," tutur Dahlan. (chi/jpnn)