Penguatan Optimisme dari Ramadan dan Idulfitri
Oleh: Bambang Soesatyo, Ketua MPR RIFaktor keterbatasan ilmu kedokteran saat itu juga dicatat sebagai penyebab lain sehingga begitu banyak jiwa yang tak tertolong. Dunia pertama kali mengenal antibiotik pada 1928 dan vaksin penangkal flu baru beredar untuk umum pada dekade 40-an.
Setelah pandemi global Flu Spanyol dinyatakan berakhir selepas 1920, dinamika kehidupan manusia secara bertahap mulai pulih. Peradaban terus berkembang hingga dunia memasuki era industri 4.0 sekarang.
Satu abad setelah berakhirnya pandemi Flu Spanyol itu, dunia kembali disergap virus Corona atau Covid-19. Walau pun penularannya terbilang sangat mudah, namun manusia coba memutus rantai penularan Covid-19 dengan pendekatan karantina wilayah atau lockdown. Indonesia menerapkan pembatasan sosial hingga pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Hingga 23 Mei 2020, Universitas John Hopkins di AS mencatat, lebih dari 5,2 juta orang terinfeksi Covid-19 di seluruh dunia, dan tak kurang dari 337.000 pasien meninggal.
Di AS, jumlah yang terinfeksi mencapai 1,6 juta orang, dengan total kematian sekitar 100.000 pasien. Sementara di Indonesia per 26 Mei 2020, jumlah yang terinfeksi 23.165 orang, dengan jumlah meninggal 1.418 pasien. Semua orang berduka menyimak angka-angka kematian itu.
Namun, di saat yang sama muncul semangat untuk terus merawat kehidupan dan mencegah kehancuran. Terus-menerus berdiam diri dan bersembunyi di rumah pada akhirnya akan membuat banyak orang menderita ragam penyakit.
Fondasi bangunan ekonomi pun akan hancur. Kemungkinan terburuk seperti inilah yang harus dihindari oleh semua orang.
Sebagaimana berakhirnya pandemi global flu spanyol pada Desember 1920, pandemi Covid-19 pun akan mencapai titik akhirnya. Masalahnya sekarang adalah sulitnya menghitung durasi pandemi Covid-19 ini.