Pengusaha Minta Pemerintah Hapuskan Bea Masuk Biji Kakao
jpnn.com - SURABAYA - Industri kakao olahan dalam negeri siap bersaing menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Tapi, ada kendala yang menghadang. Produksi biji kakao dalam negeri sangat rendah, sedangkan kakao olahan impor terus membanjiri pasar domestik.
Untuk itu, pihak industri kakao meminta bea masuk biji kakao dihilangkan agar bisa berdaya saing. Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Sindra Wijaya menyatakan, MEA 2015 sebenarnya tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap industri kakao dalam negeri. Sebab, market utama kakao olahan adalah Amerika, Eropa, dan Asia Tengah.
Hanya sebagian kecil yang diekspor ke negara-negara di Asia Tenggara. Menurutnya, hal yang patut diperhatikan adalah selama ini Indonesia juga mengimpor kakao olahan sekitar 11.000 ton per tahun dan umumnya berasal dari Malaysia. Itu terjadi karena Indonesia mengenakan bea masuk 5 persen atas biji kakao impor.
“Sementara itu, bea masuk di Malaysia nol persen. Dan, saat Malaysia mengekspor kakao olahannya ke Indonesia, bea masuknya nol persen. Kondisi ini akhirnya dimanfaatkan Malaysia karena mereka lebih kompetitif," ujarnya.
Karena itu, pihaknya meminta pemerintah membebaskan bea masuk biji kakao. Dengan demikian, industri kakao olahan dalam negeri bisa bersaing dan secara bertahap bisa mengurangi impor dari Malaysia. Sebab, kebutuhan kakao domestik disuplai dari industri dalam negeri.
Selama ini, kebutuhan biji kakao Indonesia terus membesar. Pada 2014, impor biji kakao Indonesia melonjak signifikan, yakni 110.000 ton atau naik 256 persen dari tahun sebelumnya yang hanya 30.000 ton.
"Ini membuktikan bahwa industri kakao lokal kekurangan bahan baku. Dan perlu mendapat perhatian yang serius dari Kementerian Pertanian untuk mempercepat program pengembangan kakao berkelanjutan agar produksi meningkat kembali," paparnya.
Di ASEAN, Indonesia adalah produsen terbesar, baik biji kakao maupun kakao olahan. Sebelumnya, Malaysia adalah produsen kakao olahan terbesar di ASEAN. Tetapi, setelah Indonesia menerapkan kebijakan bea keluar biji kakao pada 2010, kini kapasitas industri kakao Indonesia telah melampaui Malaysia.
Meski demikian, Indonesia masih mengekspor biji kakao. Market terbesar biji kakao adalah ke Malaysia dan Singapura. Pada 2014, total ekspor biji kakao Indonesia 63.000 ton dan 80 persen di antaranya diekspor ke Malaysia dan Singapura.
"Pada tahun ini, industri kakao diperkirakan masih tumbuh 10-20 persen. Sebenarnya, industri masih bisa mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi kalau pemerintah bisa menyediakan kebutuhan bahan baku. Tahun lalu produksi biji kakao Indonesia justru menurun dari 480.000 ton menjadi 400.000 ton," jelas Sindra. (res/c22/tia)