Pengusaha Mulai 'Kehabisan Napas', Pemerintah Diminta Segera Ambil Langkah Cepat
Gejala krisis sudah sangat tampak pada ekonomi kuartal I/2020 yang hanya tumbuh sebesar 2.97 persen.
“Jelas pertumbuhan ini terganggu akibat konsumsi masyarakat yang terdampak Covid-19, terutama di sektor jasa dan transportasi,” ungkapnya.
Jika pada kuartal kedua, pemerintah tidak mengupayakan paket kebijakan yang lebih besar sebagaimana dilakukan negara-negara lain yang mengalokasikan belanja Covid-19 lebih hingga di atas 2 persen dari PDB, kemungkinan kontraksi ekonomi dan arus PHK akan berlanjut.
“Saat ini, cashflow perusahaan penerbangan yang sensitif terhadap nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing, sudah mulai kesulitan bernapas,” ucapnya.
Beberapa di antaranya, tidak dapat bertahan sampai tahun depan jika masalah pandemi ini tidak segera ditekan. Belum lagi dampak langsung kepada industri pendukung seperti airport, airnav dan penyelenggara avtur yang tidak mungkin terus melangsungkan kegiatan operasionalnya tanpa pendapatan usaha yang diperoleh dari maskapai.
"Kami di industri maskapai dalam negeri pun sudah megap-megap. Padahal ini industri yang cukup besar, padat karya dengan valuasi di atas miliaran rupiah," papar Denon.
Dia menilai sudah saatnya pemerintah menambah stimulusnya dari sekitar 2,5 persen terhadap PDB menjadi 5 atau 10 persen terhadap PDB.
Sementara, Ketua umum DPP Organda Andre Djokosoetono mendorong agar pemerintah mengkaji kembali program restrukturisasi kredit. Menurutnya, tidak semua pengusaha transportasi darat yang mendapatkan fasilitas ini. Hanya pengusaha dengan armada dalam jumlah terbatas yang bisa memperoleh.