Penjelasan Rahmat Gobel Terkait Kesalahan Pemahaman Tentang Transfer Teknologi
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Rahmat Gobel mengatakan banyak yang salah memahami persoalan transfer teknologi. Gobel menjelaskan bahwa tidak sedikit orang mengatakan misalnya Jepang hanya sekadar bisnis tetapi tidak mau mentransfer teknologi dan sebagainya.
“Saya katakan kalian salah,” kata Gobel saat membuka Seminar Nasional “Kebijakan Berbasis Bukti untuk Kinerja Legislasi DPR RI dan Daya Saing Bangsa” di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (5/12).
“Saya bertemu kawan-kawan lulusan Jepang di UGM kemarin. Tidak ada (transfer teknologi Jepang, red) Pak Rahmat. Saya bilang salah Anda. Transfer teknologi yang dimaksud seperti apa yang diinginkan oleh kita? Jangan diartikan transfer teknologi itu mesin tercanggih dibawa, diberi, disumbangkan ke sini itu transfer teknologi, bukan,” tambah Gobel.
Politikus Partai Nasional Demokrat (NasDem) ini menegaskan bahwa transfer teknologi itu ada prosesnya. Gobel menjelaskan, pertama transfer of job terlebih dahulu. Dia mencontohkan, dulu Indonesia misalnya tidak mampu membuat alat elektronik, sekarang sudah bisa. Pun demikian dulu tidak mampu membuat mobil, sekarang sudah bisa.
“Bahkan, pimpinan perusahaan otomotif, Toyota, sudah orang Indonesia sekarang CEO-nya. Daihatsu itu dulu (dipimpin, red) orang Indonesia juga. Dari transfer of job itu kemudian menjadi transfer of know how bersamaan dengan demikian, karena orang sudah diajarkan membuat. Baru terakhir transfer teknologi,” katanya.
Nah, Gobel menjelaskan transfer teknologi tidak serta merta dari negara Jepang, Tiongkok, masuk ke Indonesia. Gobel memperhatikan proses yang dilakukan industri yang ada di Indonesia dengan Jepang itu teknologinya berbeda, tetapi keunggulan dari segi produktivitas dan efisiensinya tidak kalah hebatnya dengan di sana yang menggunakan mesin semua.
“Jadi keahlian itu dilatih karyawannya untuk mengeluarkan inovasi sehingga hasil penelitian mereka, itu mereka bisa membuat produk dengan produktivitas dan efisiensi yang akhirnya cost-nya sama murahnya dengan di Jepang yang menggunakan mesin semuanya. Ini ada di sini,” ujar Gobel.
Jadi, ujar Gobel, proses teknologi itu juga harus dilihat di sudut yang diinginkan. Dia mencontohkan, apakah yang diinginkan itu alih teknologi menciptakan produk atau proses membuat barang. “Kalau saya proses membuat barang. Bukan menciptakan produk,” ujarnya.