Penjelasan Terbaru Wasekjen PDIP soal Soeharto Guru Korupsi
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ahmad Basarah merespons polemik tentang pernyataannya yang menyebut Presiden ke-2 RI sebagai guru korupsi. Wakil ketua MPR itu mengatakan, pernyataannya tentang Soeharto merupakan reaksinya atas pidato Prabowo Subianto di Singapura yang menyebut korupsi di Indonesia ibarat kanker stadium empat.
Basarah mengatakan, awalnya dirinya ditanya media soal pendapatnya tentang pidato Prabowo pada The World in 2019 Gala Dinner di Singapura. Peraih gelar doktor hukum konstitusi dari Universitas Diponegoro itu mengaku prihatin dengan Prabowo yang malah mengumbar aib bangsa sendiri di forum internasional.
"Pertanyaan tersebut (media) mengusik rasa nasionalisme saya, karena mengapa Pak Prabowo tega membuka aib bangsa sendiri di luar negeri. Kita semua paham dan sangat prihatin dengan penyakit korupsi di Indonesia," ujar Basarah dalam jumpa pers di DPP PDIP, Jakarta, Sabtu (1/12).
Menurut Basarah, korupsi yang masih terjadi merupakan pekerjaan rumah (PR) semua pihak. Karena itu, katanya, menyelesaikan masalah korupsi harus dengan kesungguhan dan upaya bersama tanpa harus dijadikan komoditas politik.
"Hal itulah yang membuat saya dengan sangat terpaksa harus mengingatkan kembali memori kolektif bangsa Indonesia, tentang penyakit korupsi bangsa Indonesia terjadi hingga merajalela seperti sekarang ini yang di awali dengan gerakan reformasi rakyat dan mahasiswa Indonesia pada 1998 menjatuhkan rezim Orde Baru," katanya.
Basarah lantas menyinggung proses hukum terhadap Soeharto yang berstatus terdakwa korupsi tapi tak pernah divonis. Menurut Basarah, perkara Soeharto dihentikan bukan karena kurangnya alat bukti sebagaimana diatur Pasal 140 ayat (2) huruf (a) KUHAP. “Tappi dihentikan karena semata-mata alasan kemanusiaan,” katanya.
Basarah menegaskan, praktik korupsi oleh pejabat negara pada era Orde Baru dianggap sebagai suatu hal yang lumrah karena terlembagakan melalui regulasi pemerintah. Menurutnya, hal itu lantas menjadi fakta sosiologis tentang perilaku korupsi oleh pejabat eksekutif tertinggi negara, hingga terjadi reproduksi korupsi secara sosial dan budaya di lembaga-lembaga negara hingga saat ini.
Lebih lanjut Basarah mengatakan, selama ini sikap PDIP selalu objektif dan proporsional terhadap Soeharto. Bahkan, katanya, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri ketika menjadi Presiden Kelima RI juga tidak menggunakan kekuasannya untuk membalas dendam atas perbuatan Soeharto pada masa lalu terhadap Bung Karno ataupun keluarganya.