Pentolan Honorer Pemprov DKI pun Terpaksa Ngojek
jpnn.com - TIDAK benar jika ada anggapan menjadi tenaga honorer di lingkup Pemprov DKI kesejahteraannya terjamin.
Memang, jika dibanding honorer di daerah lain, gaji bulanan pegawai non PNS di DKI relatif baik, yakni rata-rata Rp 1,2 juta. Tapi, apalah arti uang segitu dibanding mahalnya harga-harga kebutuhan hidup di ibukota.
Karena itu, belasan ribu honorer di DKI Jakarta baik guru, tata usaha, penjaga sekolah, terpaksa berhutang di sana-sini untuk bertahan hidup. Sebagian lagi memilih menjadi tukang ojek meski pendapatannya tidak seberapa.
-------------
Mesya Muhammad-JPNN
------------
Adalah M Jaenal Mustofa. Lelaki berperawakan tinggi sedang ini harus menjalani profesi ganda.
Ayah dua anak ini harus nyambi menjadi tukang ojek untuk bertahan hidup di Jakarta. Gajinya sebagai honorer yang di bawah UMP, sudah jelas tidak cukup untuk menghidupi anak bini.
"Mau bagaimana lagi, sebagai kepala keluarga saya harus menghidupi anak-anak dan istri. Kalau tidak ngojek bagaimana bisa bertahan hidup sementara sudah mau tiga bulan ini tidak terima gaji," kata M Jaenal Mustofa kepada JPNN, Minggu (1/3).
Pegawai di bagain Tata Usaha di salah satu sekolah negeri ini mengaku sepulang dari kegiatan belajar mengajar di sekolah, dia langsung ngojek. Meski pendapatannya tidak seberapa namun paling tidak bisa membantu pengeluaran keluarganya, sekitar Rp 100 ribu per bulan.
"Kami orang kecil tidak paham dengan perilaku Gubernur Jakarta dan DPRD. Untuk apa berselisih paham kalau harus mengorbankan rakyat," ucap Jaenal yang juga Sekjen Paguyuban Honorer (Pager) Nusantara itu.
Meski menjadi tukang ojek, Jaenal hanya melayani permintaan teman-teman kerjanya. Dia pun tidak memasang tarif berapa. Kadang dibayar Rp 25 ribu ataupun Rp 50 ribu.
"Saya ngojekin temen-teman kerja bukan di pangkalan dan tergantung teman-teman kerja berapa kasi uangnya. Saya tidak pernah memasang tarif berapa," kata dia.