Penyidik Bareskrim Terbelah di Kasus Ahok
Polisi Belum Perlu Melakukan Penahananjpnn.com - JAKARTA - Bareskrim Polri merasa belum perlu menahan Gubernur DKI Basuki T Purnama alias Ahok yang kini menyandang status tersangka kasus dugaan penostaan agama. Meski demikian, Bareskrim sudah memasukkan Ahok ke dalam daftar cegah agar tidak bisa bepergian ke luar negeri.
Lantas, mengapa Bareskrim tidak langsung menahan Ahok? Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, pasal 21 ayat 4 KUHAP tidak menyebut setiap pelaku perbuatan pidana yang diancam hukuman minimal lima tahun penjara harus ditahan.
“Yang dikatakan dapat dilakukan penahanan. Tapi (harus) memenuhi syarat objektif dan subjektif," kata Tito Karnavian dalam jumpa pers di Mabes Polri, Rabu (16/11).
Tito menjelaskan, syarat objektifnya adalah adanya keyakinan mutlak penyidik atas suatu tindak pidana. Sedangkan dalam persoalan Ahok, sambung Tito, ada perbedaan pendapat di tim penyidik.
Karenanya Tito menegaskan, tidak ada keyakinan mutlak di antara penyidik dalam kasus Ahok. "Karena penyidik terbelah dan tidak bulat," tegasnya.
Namun, kata dia, penyidik yang berpendapat telah terjadi tindak pidana lebih mendominasi. Sehingga, kasusnya harus dinaikkan ke tingkat penyidikan dan menetapkan Ahok sebagai tersangka. Kasusnya akan dibawa ke peradilan terbuka.
Sedangkan untuk syarat subjektifnya, kata Tito, penahanan bisa dilakukan jika penyidik mengkhawatirkan tersangka bakal melarikan diri, menghilangkan barang bukti, ataupun mengulangi perbuatannya.
Sedangkan berdasar laporan Kabareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto, sambung Tito, selama ini Ahok cukup kooperatif. Bahkan Ahok pada saat akan dipanggil untuk penyelidikan justru lebih dulu datang ke penyidik untuk memberikan klarifikasi. Ketika dipanggil pun Ahok langsung datang.