Perang Dagang AS-Tiongkok Memanas
jpnn.com, WASHINGTON - Yang dikhawatirkan terjadi juga. Presiden AS Donald Trump memerintahkan kenaikan tarif barang-barang dari Tiongkok yang sebelumnya tidak kena tambahan tarif alias pajak. Kebijakan itu ditengarai bakal memukul industri dan rumah tangga di AS sendiri.
"Perselisihan ini harus kami atasi. Saya tidak bisa hanya duduk di sini dan menangis." CEO Emerson Electric David Farr menyatakan hal itu kepada para pemegang saham Selasa (7/5), dua hari setelah Presiden AS Donald Trump mengancam akan menaikkan tarif produk-produk Tiongkok dari 10 persen menjadi 25 persen. Begitu pengumuman dibuat, saham perusahaan turun hingga 6 persen.
Kala itu Farr dan para pelaku industri lainnya masih bisa berharap kenaikan tidak jadi dilakukan. Sebab, jika jadi, tentu saja itu akan memukul biaya produksi perusahaannya. Imbasnya, mau tak mau dia harus menaikkan barang-barang produksinya. Dengan kata lain, membebankan kenaikan tarif itu kepada para konsumen.
BACA JUGA: Mengulas Dampak Perang Dagang AS vs Tiongkok Bagi Indonesia
Sayang, harapan para pelaku industri tidak menjadi kenyataan. Alih-alih ada solusi, Trump justru memutuskan menaikkan pajak produk-produk asal Tiongkok yang sebelumnya tak tersentuh tambahan tarif.
"Presiden memerintah kami untuk memulai proses menaikkan tarif semua sisa barang impor dari Tiongkok yang nilainya sekitar USD 300 miliar (Rp 4,3 kuadriliun)," ujar Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer sebagaimana dikutip Agence France-Presse.
Padahal, kurang dari 24 jam sebelumnya, AS sudah menaikkan tarif produk-produk Tiongkok senilai USD 200 miliar (Rp 2.858 triliun). Jika dulu tarif atau pajak masuknya 10 persen, kini angkanya menjadi 25 persen. Mayoritas adalah produk-produk tekstil, onderdil, dan komponen elektronik. Kenaikan itu lebih memukul perusahaan.
Lighthizer mengungkapkan bahwa detail proses kenaikan tersebut akan diungkap ke publik besok (13/5). Namun, dia menegaskan bahwa butuh waktu beberapa bulan sebelum diberlakukan.