Perempuan Saudi Mendobrak Patriarki
jpnn.com - Peran laki-laki begitu dominan dalam kehidupan perempuan Arab Saudi. Mereka yang menjadi wali, biasanya ayah atau saudara laki-laki, sering kali malah memanfaatkan status itu untuk kepentingan sendiri.
Demi gengsi, para lelaki itu tidak segan menghukum atau malah menghajar istri atau anak dan saudara perempuan yang seharusnya mereka lindungi.
Kondisi itu pula yang membuat Rahaf Mohammed Al Qunun kabur pekan lalu. Gadis 18 tahun tersebut mengundang perhatian dunia sesaat setelah mendarat di Bandara Suvarnabhumi pada Sabtu (5/1).
Imigrasi menyita paspornya. Sebab, dia hanya membawa tiket sekali jalan dan tidak punya cukup uang di dalam dompet. Imigrasi pun berniat mendeportasinya ke Saudi. Karena susah payah melarikan diri dari keluarga ketika berlibur di Kuwait, Rahaf tidak mau dipulangkan. Apalagi, ancaman kematian menantinya di rumah.
Rahaf lantas mengunci diri di hotel bandara. Dia membarikade kamarnya dengan kasur dan benda-benda yang ada di dalam ruangan tersebut. "Yang menyelamatkan hidup Rahaf adalah masyarakat dan media," ujar Nourah Alharbi, teman Rahaf yang kini tinggal di Sydney, Australia. Media penyelamat yang dia maksud adalah Twitter.
Sejak mendarat di Thailand, Rahaf mengabarkan kondisinya secara berkala lewat media sosial tersebut. Mulai paspor yang disita sampai drama mengurung diri dalam kamar hotel.
Unggahan demi unggahan Rahaf itu menuai respons publik. UNHCR pun lantas mengutus Giuseppe de Vincentiis untuk menemui Rahaf. Sebab, hanya dengan cara itu, Rahaf mau meninggalkan tempat persembunyiannya.
"Sebelumnya (kasus Dina Ali Lasloom) tidak ada dukungan yang sekuat ini," tegas Alharbi. Gadis 20 tahun itu bersyukur Rahaf mendapatkan respons positif dan segera ditolong. Jika tidak demikian, Rahaf mungkin bernasib sama dengan Dina.