Perguruan Tinggi di Indonesia Hasilkan Sarjana Pencari Kerja
jpnn.com, JAKARTA - Sistem pendidikan di perguruan tinggi negeri maupun swasta di Indonesia harus diubah. Jangan hanya mampu menghasilkan banyak lulusan tapi minim keahlian.
Menurut Dirjen Penguatan Inovasi Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Jumain Appe, ada perbedaan mencolok antara pendidikan tinggi di Indonesia dan luar negeri.
Di luar negeri, sistem pendidikannya mengarah pada entrepreneurship. Universitas di luar negeri mampu meluluskan banyak startup. Sedangkan Indonesia, lebih banyak meluluskan para sarjana pencari kerja.
"Startup muda di Indonesia seperti pemilik Gojek, Bukalapak itu hasil tempaan pendidikan luar negeri. Begitu pulang ke Indonesia, mereka bukan mencari kerja tapi menciptakan lapangan kerja. Pola ini yang harusnya diadopsi pendidikan tinggi di Indonesia," kata Jumain dalam kegiatan Inovator Inovasi Indonesia Expo (I3E) di Jakarta, Jumat (19/10).
Kemenristekdikti, lanjutnya, sejak 2015 sudah mengembangkan program yang fokus pada pertumbuhan startup berbasis teknologi. Sampai 2018, pendanaan telah diberikan kepada 923 startup dan calon startup.
Mereka berasal dari mahasiswa, masyarakat umum, dosen, dan peneliti. Setiap startup diberikan dana stimulan Rp 250 juta sampai Rp 500 juta.
Keberagaman produk dari startup tersebut meliputi bidang pangan, kesehatan dan obat, transportasi, energi, teknolog informasi komunikasi (TIK), pertahanan keamanan, material maju, dan bahan baku.
"Selama empat tahun berjalan, hampir sekitar 32 persen startup yang mendapatkan dana stimulan Kemenristekdikti fokus pada bidang pangan dan 23 persen bidang TIK," tandasnya.