Perihal Ambang Batas Parlemen: Suara Rakyat Terbuang Sia-Sia
Oleh: Pangi Syarwi Chaniago - Founder & CEO Voxpol Center Research and Consultingjpnn.com - Parliamentary threshold atau ambang batas parlemen 4 persen dipilih sebagai upaya untuk menyederhanakan jumlah partai agar makin rendah fragmentasi di parlemen. Namun, jangan sampai memberangus suara rakyat yang telah memilih caleg dan partai.
Ambang batas 4 persen parliamentary threshold hanya menguntungkan posisi partai petahana di parlemen, partai kecil akan sulit dan tertatih-tatih memenuhi ambang batas tersebut.
Ambang batas parlementry threshold menghambat partai politik baru, banyak suara yang terbuang sia-sia tidak menjadi kursi. Seharusnya kalau sudah mendapatkan perolehan suara sebesar 200.000 maka sudah harus bisa dikonversi menjadi satu kursi di DPR RI.
Prinsipalnya tidak ada suara rakyat yang terbuang sia-sia tanpa menjadi kursi supaya rakyat makin banyak wakilnya di parlemen, itu makin bagus dan berkualitas.
Penghapusan ambang batas parliamentary threshold 4 persen untuk mengakomodasi kepentingan partai kecil dan menengah agar punya pengalaman wakil rakyat, punya kursi di parlemen.
Tidak boleh ada motivasi menghalau partai baru untuk masuk ke dalam parlemen. Kalau dahulu ambang batas diterapkan 4 persen, waktu awal-awal, dipastikan Gerindra, Nasdem dan Hanura tidak bakal lolos ke parlemen di era itu.
Diterapkannya angka 4 persen untuk parliamentary threshold yang sifatnya akomodatif terhadap partai kecil menengah dan lebih ditujukan untuk menghalau masuknya partai baru ke parlemen dan tentu sangat berbeda dengan motivasi gagasan ideal tentang menyederhanakan partai dalam parlemen dan menguatkan presidensialisme.
Angka 4 persen tampaknya masih terlalu tinggi bagi partai baru untuk diraih karena partai baru hanya mampu mendapatkan angka sekitar 0,2-2,6 persen.