Perjuangan Kaum Mama Lestarikan Kain Tenun Ikat Lamalera
Warisi Nenek Moyang, Motif Ikan Paus Jadi PrimadonaUntuk benang yang dipakai saat ini, kata Agnes, ada dua macam. Untuk benang pabrik, perempuan di Lamalera menyebutnya benang toko. Namun, masih ada juga benang kapas yang bisa didapat dengan memintal sendiri atau membeli jadi.
’’Bedanya, kalau benang toko, kainnya lebih tipis. Kain tenun dengan benang kapas lebih tebal,’’ ujarnya.
Tenun ikat Lamalera biasanya terdiri atas dua bagian yang harus disambung. Bahkan, ada juga yang terdiri atas tiga bagian. Model yang terakhir itu biasanya digunakan untuk kebutuhan upacara adat. Panjang satu bagian kain sekitar 1,5 meter dengan lebar 1 meter. Jadi, untuk satu kain tenun, umumnya punya panjang 3 meter.
Untuk menghasilkan satu kain tenun yang bisa dibuat baju, diperlukan waktu seminggu per lembar. Namun, bisa saja prosesnya dipercepat hingga 3–4 hari. Modal yang dibutuhkan untuk selembar kain tenun ikat sekitar Rp 200 ribu.
Tapi, setelah jadi, harga kain ikat tenun Lamalera dengan bahan benang toko bisa mencapai Rp 800 ribu. Namun, jika kain itu menggunakan benang kapas, harganya bisa berlipat hingga jutaan.
’’Biasanya dijual Rp 3 juta per lembar. Kainnya lebih halus dan cantik,’’ jelasnya.
Kelebihan menggunakan benang kapas, kata Agnes, selain lebih tebal, hasil jadinya lebih klasik atau retro. Para mama cenderung menggunakan cara tradisional untuk mewarnai benang kapas. ’’Baunya juga harum karena prosesnya alami.’’
Kain tenun ikat Lamalera, selain bernilai ekonomi tinggi, berfungsi untuk berbagai acara ritual keagamaan dan adat. Saat misa, para perempuan Lamalera pasti mengenakan kain tenun ikat itu sebagai bawahan, dikombinasi dengan kemeja. Sementara itu, para lelaki memakai kain tenun polos atau dengan motif standar bergaris-garis atau kotak-kotak.