Perjuangan Veteran Perang Australia Di Usia 27 Tahun
Chris May, terpaksa menjadi veteran di usia 27 tahun setelah mengalami cedera akibat kendaraan lapis baja yang dikendarainya melindas bom di Afghanistan. Tidak hanya cedera fisik, Chris May juga harus berjuang selama bertahun-tahun mengatasi PTSD yang dideritanya. Setelah pulih, Ia mendirikan organisasi untuk membantu rekan sesama veteran muda Australia lainnya yang menderita PTSD.
Hari itu, sepert biasa, tepat sebelum pukul sembilan pagi di hari kerja di musim hujan dan Chris May berdiri memainkan ukulele-nya untuk Hugo, anjing Rottweiler-coonhoundnya yang berusia 18 bulan.
Itu merupakan salah satu kegiatan rutin yang dilakukannya setiap hari untuk menjaga dirinya tetap waras. Pertama, olahraga. Kedua, anjingnya, ketiga music. Tiga hal inilah yang mendorong Chris May untuk bangkit beraktivitas, dan memberikan sesuatu untuk dipikirkan dan dikerjakan.
Kisah Chris May ini bermula ketika 10 tahun yang lalu, tak lama setelah ia merayakan ulang tahunnya yang ke-17, orang tuanya menandatangani dokumen untuknya bergabung dengan Angkatan Darat Australia, membiarkan dia meninggalkan sekolah lebih awal untuk mengikuti jejak kakaknya.
Chris May baru berusia 19 tahun saat batalyonnya yang berpusat di Townsville dikirim ke Afghanistan sebagai bagian dari kelompok tugas pendampingan dan rekonstruksi.
Penugasan itu digambarkannya sebagai pembuka mata dan cara singkat baginya untuk menjadi dewasa.
Cedera akibat ledakan bom
Penugasan selama 9 bulan itu diperpanjang menjadi 10 bulan karena salju musim dingin menutup jalur penjemputan batalyonnya di Tarin Kowt, sebelah selatan Afghanistan.
Chris May masih mengingat dengan jelas semua hal yang terjadi dan disaksikannya selama penugasan selama 10 bulan itu. Bahkan jauh lebih jelas dari masa kecilnya sendiri di Australia.
Suatu ketika seorang anak laki-laki mendatangi unitnya. Para prajurit duduk dan mewarnai buku dengan anak laki-laki tersebut dan beberapa anak lainnya. Kegiatan pendampingan ini merpakan bagian dari misi "hati dan pikiran". Keesokan harinya May melihat anak itu lagi, kali ini ia sudah tidak bernyawa di pelukan ayahnya. Dia terbunuh di malam hari oleh Taliban.
Peristiwa-peristiwa semacam ini tidak pernah hilang dari ingatannya.
Pada Bulan Mei, ketika ia pulang cuti ke rumahnya, Chris May mendapati dirinya harus berjuang keras untuk bisa masuk kembali ke sebuah masyarakat di mana masalah terbesar hari itu yang mereka hadapi tampak sepele di mata Chris May. Seperti kemacetan di jalan bebas hambatan yang menahan mereka untuk melakukan aktivitas pagi mereka atau tim mana yang memenangkan pertandingan footy pada akhir pecan itu.
"Suatu hari saya menonton berita dan ada pertanyaan sepele seputar harga bahan bakar. Saya berkata kepada ayah saya, 'Saya tidak mengerti, mengapa semua orang begitu marah tentang harga bahan bakar ketika di sisi lain dunia ada orang yang benar-benar sekarat dan tidak ada yang memberitakannya? Ayah berbalik dan berkata, 'Karena inilah dunia mereka', dan jawaban itu membuat saya terperangah. Ketika dia mengatakan bahwa saya menyadari bahwa memang benar, bahwa menyerang operasi perang atau kembali dari perang, tidak ada yang benar-benar peduli [dengan kondisi warga di daerah konflik]."
Dan pada usia 20 tahun, May kembali ke Townsville dimana unitnya dilatih untuk kembali ke Afghanistan.
Pulang karena terluka
Chris May dipromosikan untuk menempati posisi kedua dari kompi berjumlah 10 orang, dan ditempatkan di sebuah pangkalan patroli 40 kilometer sebelah utara Tarin Kowt. Kali ini Ia tidak lagi ditugaskan sebagai pengemudi kendaraan di bagian belakang, tapi Ia sekarang menjadi komandan yang pertama paling mungkin terkena alat peledak rakitan (IED).
Lima bulan setelah penugasan kedua, pada tanggal 23 September 2011, kendaraan lapis baja yang ditumpangi May melindas sebuah bom di pinggir jalan di sebuah lembah terpencil.
Kekuatan ledakan itu sampai melemparkannya keluar dari kendaraan lapis baja tersebut, lalu mengisapnya kembali.
Rokok Itu bau yang bisa diingatnya. Dia tersadar ketika seorang penyelam angkatan laut sedang meletakkan kerah C Spine di lehernya, Ia mencium aroma nikotin yang kuat di jari-jarinya.
Chris May, terpaksa menjadi veteran di usia 27 tahun setelah mengalami cedera akibat kendaraan lapis baja yang dikendarainya melindas bom di Afghanistan. Tidak hanya cedera fisik, Chris May juga harus berjuang selama bertahun-tahun men
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News
JPNN VIDEO
- ABC Indonesia
Dunia Hari Ini: Menang Pilpres, Donald Trump Lolos dari Jerat Hukum
Selasa, 26 November 2024 – 22:49 WIB - ABC Indonesia
Dunia Hari Ini: Kelompok Sunni dan Syiah di Pakistan Sepakat Gencatan Senjata
Senin, 25 November 2024 – 23:54 WIB - ABC Indonesia
Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
Jumat, 22 November 2024 – 20:33 WIB - ABC Indonesia
Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
Kamis, 21 November 2024 – 23:16 WIB
- ABC Indonesia
Siapa Saja Bali Nine, yang Akan Dipindahkan ke penjara Australia?
Selasa, 26 November 2024 – 23:20 WIB - Seleb
Asri Welas dan Suami Sudah tak Tinggal Serumah?
Rabu, 27 November 2024 – 03:09 WIB - Hukum
Ada Kontroversi di Kasus Polisi Tembak Siswa SMK, Komnas HAM Angkat Bicara
Rabu, 27 November 2024 – 02:02 WIB - Politik
KPU RI Nyatakan Pilkada di Sampang Tetap Aman Meski Sempat Memanas
Selasa, 26 November 2024 – 23:10 WIB - Hukum
KPK Lanjutkan Penyidikan Kepada Karna Suswandi
Selasa, 26 November 2024 – 23:32 WIB