Perlu Memantapkan Persatuan dan Kesatuan Nasional
jpnn.com, JAKARTA - Pilkada serentak yang dihelat di 171 daerah pada 2018 berpotensi menimbulkan kegaduhan. Kegaduhan itu merupakan polarisasi dari panasnya persaingan politik pada pemilu 2014 lalu. Karena itu, masyarakat harus mewaspadai kemungkinan munculnya pihak tertentu yang sengaja ingin membuat kerusuhan.
Kewaspadaan itu penting, agar tingginya tensi persaingan pilkada tidak menimbulkan perpecahan. Seperti yang terjadi di Jakarta, meskipun persaingan di Jakarta sangat memprihatinkan, tetapi tidak membuat pertikaian dan perpecahan.
Pernyataan itu disampaikan Arief Suditomo, Anggota MPR RI Fraksi Partai Hanura, saat menjadi narasumber pada dialog pilar negara yang berlangsung di Ruang Media Center Komplek Parlemen, Senayan, Senin (27/11). Selain Arief, hadir pula sebagai narasumber yakni Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin untuk membahas tema "Pemantapan Persatuan dan Kesatuan".
Menurut Arief, semua elemen masyarakat harus melakukan pemantapan persatuan dan kesatuan nasional menghadapi ketatnya kontestasi politik pada 2018. Sebagai contoh masyarakat Jawa Barat yang akan melangsungkan Pemilihan Gubernur pada awal 2018, wilayah tersebut diprediksi akan mengalami kenaikan suhu politik.
"Peringatan ini harus disampaikan agar masyarakat bersiap-siap Apabila saatnya tiba, masyarakat sudah paham dan bisa mengatasinya dengan baik,” kata Arief Suditomo.
Karena itu, dia meminta DPR dan pemerintah melakukan kampanye supaya publik makin pandai dalam menghadapi hoaks. Dengan begitu diharapkan publik tidak akan terhasut.
Sementara media, kata Arief harus menjaga akurasi pemberitaannya. Dan bisa mempertanggungjawabkan pemberitaan yang disiarkan.
“Yang pasti, pilkada 2018 akan makin ketat, karena itu publik harus lebih dewasa. Pada saat yang sama media harus turut menjaga ketenangan dengan cara menyampaikan berita dengan benar dan dapat dipertanggungjawabkan,” kata Arief lagi.
Sementara itu, Pakar hukum Tata Negara Irman Putra Sidin mengatakan gerakan reformasi pada 1998, direspons oleh MPR RI dengan mengeluarkan Tap MPR V/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional. Tap ini mengakui, model persatuan era orde baru tidak bisa digunakan untuk menata persatuan pasca reformasi. Karena itu dibutuhkan cara baru untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan.