Pernikahan Dini Salah Satu Faktor Tingginya Angka Gugat Cerai
jpnn.com - JAKARTA - Tren gugat cerai di Indonesia tengah meningkat tajam. Data terbaru menunjukan bahwa 75% dari kasus perceraian yang ada berawal dari gugatan istri.
Mengenai hal ini, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menilai tingginya kasus gugat cerai berkorelasi dengan angka pernikahan dini. Imbasnya, kata Khofifah, anak yang menjadi korban. “Gugat cerai pernikahan dini tidak hanya dini usia, tapi juga dilakukan pada usia pernikahan di bawah 5 tahun. Faktor penyebabnya karena tingkat kematangan perempuan dalam mengambil keputusan untuk memulai pernikahan,” ujar Khofifah, seperti diberitakan Indopos (grup JPNN), Selasa (15/12).
Harus diakui, tambah Khofifah, berbagai permasalahan yang terjadi, seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan anak rentan terjadi dalam pernikahan dini. Karenannya, lebih baik pernikahan di usia yang masih belia lebih baik dihindarkan.
Apalagi, regulasi yang ada belum sepenuhnya melindungi pelaku pernikahan dini. “Untuk mendapatkan pernikahan sejahtera, agar menghindari pernikahan dini dan tidak tercacatkan. Sebab, UU No 1 tahun 1974 menyebut umur perkawian perempuan 16 tahun mesti direvisi seiring regulasi yang ada,” ungkapnya.
Sementara, Wakil Ketua DPD RI Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas, mengutarakan kekecewaannya dengan belum disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesetaraan dan Keadilan Jender oleh DPR. Menurut Hemas, RUU tersebut sudah diperjuangkan sejak 2009, tetapi belum bisa masuk ke dalam Program Legislasi Nasional.
“Ini bukan masalah jenis kelamin, melainkan keadilan yang merupakan hak asasi rakyat Indonesia. Oleh karena itu, saya mengimbau semua penduduk Indonesia agar memahami bahwa perjuangan kaum perempuan merupakan perjuangan bangsa,” imbuh dia. (nas/fdi/dil/jpnn)