Perppu MK Diputuskan di Paripurna
jpnn.com - JAKARTA - Rencana pengambilan keputusan atas perppu tentang Mahkamah Konstitusi (MK) yang diajukan presiden oleh Komisi III DPR menemui jalan buntu. Penyebabnya, pandangan fraksi-fraksi tidak membuahkan kesepakatan menerima atau menolak perppu tersebut.
Dari sembilan fraksi, peta suaranya adalah empat fraksi menerima perppu, empat menolak, dan satu masih belum memutuskan sikapnya alias abstain. "Karena tidak menemukan kesepakatan, maka ini akan dibawa ke rapat paripurna Kamis besok (hari ini, Red)," kata Wakil Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin saat rapat bersama Menkum HAM, Rabu (18/12).
Empat fraksi yang menyatakan menerima perppu MK adalah Fraksi Partai Demokrat, Partai Golkar, PAN, dan PKB. Mereka umumnya berpendapat, penangkapan ketua MK saat itu, Akil Mochtar, meruntuhkan kewibawaan MK. Hal itu berujung pada turunnya kepercayaan dari masyarakat. Nah, langkah presiden menerbitkan perppu adalah merespons krisis kepercayaan publik tersebut.
Namun, Fraksi Partai Golkar memberikan catatan, persetujuan atas perppu MK itu harus segera ditindaklanjuti dengan perubahan secepatnya atas hal-hal yang berpotensi bertentangan dengan UU 24/2003 tentang MK. Yakni terkait dengan syarat menjadi hakim konstitusi, mekanisme seleksi, dan pengawasan MK.
Sebaliknya, fraksi yang tegas menolak perppu adalah Fraksi PDIP, PKS, Partai Gerindra, dan Partai Hanura. Mereka menyatakan, prasyarat kondisi kegentingan yang memaksa tidak terpenuhi dalam penerbitan perppu itu. "Fraksi PDIP melihat tidak ada hal yang berkaitan dengan keadaan mendesak dan mengancam negara. Pasca tertangkapnya Akil, MK masih tetap bisa melaksanakan tugasnya," kata Sugianto Sabran, anggota FPDIP.
FPPP yang diwakili Ahmad Yani mengatakan, pihaknya belum bisa mengambil sikap karena masih meminta pemerintah untuk kembali menjelaskan hal-hal yang diatur dalam perppu. Namun, dalam uraian pandangan fraksi, PPP juga berpendapat tidak ada hal ihwal kegentingan yang memaksa untuk menerbitkan perppu.
Di bagian lain, Presiden SBY menegaskan, perppu yang dikeluarkannya pada 17 Oktober 2013 tersebut merupakan haknya sebagai kepala negara yang diatur dalam konstitusi. "Tentu dengan latar belakang, tujuan, dan pertimbangan-pertimbangan tertentu," ujar SBY di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) kemarin.
SBY melanjutkan, perppu dikeluarkan setelah bertemu dengan para pimpinan lembaga negara lain, para menteri, dan pimpinan partai politik setelah penangkapan mantan Akil oleh KPK. Dia menyatakan akan menghormati segala keputusan DPR terkait perppu MK tersebut.
"Adalah menjadi hak konstitusional DPR RI apakah bersetuju atau tidak setuju dengan perppu yang telah dikeluarkan oleh presiden. Saya hormati apa pun yang akan diambil, setuju atau menolak," tegasnya. (fal/ken/c1)