Perubahan Iklim Ancam Ketahanan Pangan, NFA Gandeng BMKG Integrasikan Data Iklim-Cuaca
jpnn.com, JAKARTA - Baru-baru ini Presiden Joko Widodo memperingatkan bahwa perubahan iklim dan dampaknya bergerak makin memburuk.
Bahkan, 2021 menjadi tahun dengan suhu terpanas dalam tujuh tahun terakhir. Dampak perubahan iklim pun sangat luas dan multisektoral, salah satunya berefek pada bencana alam dan ketahanan pangan.
Merespons kondisi tersebut Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) bergerak cepat menggandeng Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui sejumlah program kolaborasi guna memitigasi dampak perubahan iklim terhadap stabilitas dan ketersediaan pangan nasional.
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengatakan pihaknya telah menyiapkan program sinergi NFA dengan BMKG untuk meminimalisasi dampak perubahan iklim terhadap ketahanan pangan nasional, di antaranya penyediaan data prakiraan cuaca, curah hujan, risiko bencana, dan data dukung lainnya yang diintegrasikan ke dalam website NFA.
Data berbasis web ini, ujar Arief, diharapkan dapat memudahkan akses para stakeholder pangan untuk mengetahui kondisi cuaca, curah hujan, dan risiko bencana yang berpengaruh pada aktivitas budidaya, produksi, dan distribusi pangan.
Selain itu, Arief juga tengah menyiapkan pembuatan Early Warning System Ketahanan Pangan yang berbasis data prakiraan iklim BMKG.
“Di mana data prakiraan Iklim BMKG dapat mengukur curah hujan di seluruh wilayah Indonesia sehingga akan sangat membantu kita mengarahkan aktivitas budidaya dan melakukan mobilisasi stok pangan untuk mencegah kerawanan pangan di suatu daerah,” ungkapnya pada Rakornas BMKG 2022 di Kantor BMKG, Jakarta, Selasa (9/8).
Arief menjelaskan NFA dan BMKG telah sepakat untuk melakukan integrasi data peta pangan dengan peta klimatologi dan cuaca yang dimiliki BMKG.