Pesona Berburu Harta Karun di Perairan Indonesia
jpnn.com - Michael Hatcher dijuluki The Wreck Salvage King. Raja Penyelamat Kapal Karam. Namanya melambung pada 1986, setelah berhasil menemukan harta karun di perairan Riau.
WENRI WANHAR – JAWA POS NATIONAL NETWORK
Hari ini, Sabtu, 12 Januari 2019. Hampir sepekan saya berada di Riau. Pengembaraan kali ini memulangkan ingatan pada riuh rendah penemuan harta karun yang menghebohkan dunia. Yang bikin Presiden Soeharto sampai turun tangan.
Alkisah…
Bermula sejak 1972. Dan pada 1975, Michael Hatcher, warga negara Australia kelahiran York, Inggris 1940 menemukan arsip tua yang tersimpan di Algemeen Rijksarchiief, Den Haag, Belanda.
Dokumen VOC itu mengisahkan karamnya kapal Vec De Geldermalsen pada 1751. Menelaah arsip itu baik-baik, Hatcher berhasil mendapati titik temunya; perairan Riau, Indonesia.
Pria yang sudah berburu harta karun sejak 1970 itu tak buru-buru. Ia Terus bergerak dalam senyap. Mempelajari segala macam kemungkinan.
Bahkan, pada 1983 dia memperdalam ilmu dengan mempelajari teknologi mencari bangkai kapal karam.
Dan tibalah saatnya...
Pada 1986, publik dunia, terutama Indonesia dibuat terkejut oleh hasil penemuan spektakuler Michael Hatcher. Berupa 126 batang emas lantakan seberat 50 kilogram dan 160.000 benda keramik Cina yang diangkat dari perairan Riau.
Hatcher berhasil mengangkat harta karun kapal Geldermalsen milik VOC yang telah 235 tahun menghuni dasar laut Pantai Timur Sumatera.
Penjualan di Balai Lelang Internasional Christy’s, ketika itu menghasilkan sejumlah 18 juta dollar Amerika.
Senarai kisah perburuan harta karun itu, pada 1987 ditulis Hatcher bersama Max De Rham dan Antony Thorncroft dalam buku setebal 176 halaman berjudul The Nanking Cargo. Diterbitkan Universitas California.
“Tidak ada arkeolog Indonesia yang ikut dalam tim eksplorasi Hatcher,” kata Muhammad Ramli, satu di antara sedikit arkeologi maritim Indonesia, dalam sebuah obrolan panjang semalam suntuk dengan JPNN, tempo hari.
“Demikian pula kita (maksudnya Indonesia--red) tidak memperoleh keuntungan ekonomis apapun dari hasil pelelangan tersebut,” sambungnya.
Kala itu, pemerintah Indonesia dan Belanda adu klaim. Indonesia merasa berhak mendapatkan separo harta karun tersebut karena ditemukan di perairan Riau.
Begitu pula Belanda yang merasa sebagai ahli waris kapal Vec De Geldermalsen.
Presiden Soeharto turun tangan. Hatcher dituduh menjarah kekayaan laut Indonesia. Karena kurang bukti, Indonesia tak mendapat satu sen pun.
“Peristiwa pengangkatan benda-benda cagar budaya itu telah membangunkan kita dari tidur panjang. Bahwa di dasar laut Nusantara tersimpan benda-benda budaya yang ditinjau dari segi ekonomi amat tinggi nilainya,” papar Ramli.
Peristiwa itulah yang memicu pemerintah Indonesia menelorkan Keputusan Presiden No 43 tahun 1989, tanggal, 14 Agustus 1989.
Dan dibentuk Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemnfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam.
Kemudian, diikuti dengan ketentuan teknis elaksanaan Keppers yang diterbitkan Panitia Nasional; Kep.4/PN/BMKT/12/1989, dan tata cara pelaksanaan pengangkatan benda berharga khususnya yang berhubungan dengan benda cagar budaya di wilayah perairan Indonesia yang diterbitkan sebagai Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0843/O/1989.
Karena minimnya arkeolog bawah air, hingga 1999, Indonesia telah mengirim 22 orang untuk mengikuti pendidikan di Thailand oleh SEAMEO Project in Archaeology and Fine Art (SPAFA).
“Terdiri dari 8 orang penyelam, termasuk saya, seorang fotografer dan 13 orang konservator,” kata Ramli, yang pernah menjabat Kepala BPCB Jambi.
Menurut Ramli, dalam kaitannya dengan pemanfaatan, temuan Hatcher tidak pernah dipamerkan di museum-museum di Indonesia.
“Sehingga tidak menambah pengetahuan dan pengalaman apa pun bagi para arkeolog kita. Padahal benda cagar budaya itu ditemukan di perairan Indonesia.”
Setelah peristiwa 1986 itu, meski pemerintah Indonesia telah menerbitkan BMKT, pada 1999 Hatcher kembali berburu di perairan Indonesia.
Dan berhasil mengangkat harta karun dari kapal Tek Sing di perairan Kepulauan Bangka. Nilai ekonomisnya mencapai Rp 500 miliar.
Hugh Edwards, jurnalis Inggris penulis biografi sang pemburu harta karun dalam buku Treasures of The Deep mencatat, lakon hidup Hatcher sungguh penuh pesona. Menjelajah tujuh lautan berburu harta karun terpendam.
“Kisahnya adalah keberanian. Dan tekad dalam menghadapi kesulitan. Ketrampilan yang fantastis,” tulisnya.
Sang pemburu harta karun ini melewati masa kanak-kanak di panti asuhan. Ketika remaja, dia mulai berburu harta karun dengan kapal yacht butut yang direnovasinya sendiri. (wow/jpnn)