Petrus Selestinus: Intervensi Eksternal Terhadap Golkar Harus Dilawan
Oleh sebab itu, kata Petrus, permohonan pengunduran diri Airlangga dari jabatan Ketum Golkar harus dicegah dan ditangkal (cekal), karena terdapat gejala-gejala yang tidak normal, memperlihatkan ada "invisible hand" (tangan tak kelihatan) yang tengah bermain.
“Apa pun kesalahan Airlangga, selesaikan sesuai mekanisme hukum di internal, yaitu Mahkamah Partai, bukan atas dasar desakan kekuasaan mengatasnamakan penegakan hukum untuk menguasai partai politik," pintanya.
DPP Golkar, kata Petrus, harus tetap mempertahankan irama pergantian ketua umumnya sesuai mekanisme Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (ADART), apalagi masa bakti DPP Airlangga berakhir pada Munas (Musyawarah Nasional) yang akan datang yaitu Desember 2024.
“Jika terdapat dorongan atas dasar kepentingan pihak ketiga, sehingga Golkar harus mengadakan Munaslub, maka Golkar akan terlihat seolah-olah berada dalam keadaan terancam atau dalam keadaan kegentingan yang memaksa, sehingga diperlukan langkah penyelamatan melalui Munaslub, dan inilah yang merugikan Golkar dan pemerintahan yang akan datang," cetusnya.
Wewenang Mahkamah Partai
Menurut Petrus, jika saja Airlangga diduga telah melakukan pelangaran AD/ART sehingga memilih jalan mengundurkan diri, maka sebelum Rapat Pleno DPP memutuskan pemberhentian Airlangga dari jabatan ketua umum, terlebih dahulu DPP Golkar menempuh proses melalui Mahkamah Partaii sebagai lembaga yudikatif partai yang diamanatkan UU Parpol dan AD/ART Golkar untuk membuktikan apakah Airlangga melanggar AD/ART atau tidak.
"Dengan cara seperti itu, DPP Golkar dapat meminimalisir intervensi politik dari pihak eksternal mana pun, termasuk dari Presiden Jokowi, yang disebut-sebut memiliki keinginan dan agenda untuk melengserkan Airlangga, sehingga Golkar dengan mudah diintervensi bahkan diambil alih," ujar Petrus.
Dalam keadaan demikian, lanjut Petrus, maka Golkar harus mengedepankan sikap menegakkan kedaulatan, marwah dan hukum dasar Golkar, yaitu AD/ART.