PGI Minta Pemerintah Belajar dari Kasus Ahok
jpnn.com, JAKARTA - Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (MPH-PGI) mengharapkan vonis Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) atas Basuki T Purnama alias Ahok menjadi momen untuk meninjau pasal-pasal penodaan agama dalam KUHP.
Menurut Juru Bicara PGI Jeirry Sumampow, pasal penodaan agama dalam KUHP sangat sumir dan bisa digunakan semena-mena atas pemintaan kelompok tertentu. Karenanya, sebaiknya pemerintah dan DPR merevisi aturan penodaan agama dalam KUHP.
"Kami mengimbau negara merevisi undang-undang ini, agar sesuai upaya penegakan hukum dan hak-hak asasi manusia," ujar Jeirry melalui siaran pers PGI, Rabu (10/5).
Jeirry menambahkan, PGI mengkhawatirkan putusan PN Jakarta Utara menjadi pintu masuk bagi kelompok-kelompok masyarakat dan aparat untuk mengkriminalkan pihak lain dengan dalih penodaan agama. Belajar dari kasus Ahok, sambung Jeirry, pengerahan massa dan tekanan kepada proses peradilan bisa digunakan untuk mendorong penggunaan pasal penodaan agama.
“Karena itu kami meminta perhatian serius dari pemerintah. Karena pembiaran terhadap kecenderungan seperti ini akan membawa masyarakat dan bangsa ke arah kehancuran," tutur Jeirry.
Selain itu Jeirry menegaskan, jangan sampai ada langkah mengorbankan seseorang sebagai tumbal demi ketenteraman sekelompok orang atau atas alasan keamanan masyarakat.
Meski demikian, PGI tetap menghormati vonis PN Jakut atas Ahok. Hanya saja, majelis hakim juga semestinya terbebas dari segala tekanan.
"Kami sungguh menghormati kebebasan hakim, tapi pada saat yang sama hakim juga harus menghargai kebebasan dirinya dengan melepaskan diri dari berbagai bentuk pengaruh dan tekanan yang datang dari luar,” ucapnya.(gir/jpnn)