PGRI: Indonesia Darurat Guru
jpnn.com, JAKARTA - Kekurangan guru di Indonesia makin besar. Saat ini, kebutuhan guru pegawai negeri sipil (PNS) mencapai 736 ribu yang hanya diisi oleh honorer. Sementara kompetensi guru mayoritas masih di bawah rata-rata.
“Indonesia saat ini darurat guru, efeknya seperti bola salju. Kekurangan guru, ketidakmampuan guru merespons perkembangan tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pusingnya guru menghadapi beragam tugas administrasi, sertifikasi guru, dan lainnya menjadi masalah klasik guru,” tutur Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi dalam siaran persnya Rabu (2/5) berkenaan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).
Rendahnya kompetensi guru, menurut Unifah, salah satunya disebabkan kurangnya pelatihan guru. Padahal inti dari kualitas guru bukan pada pelaksanaan sertifikasi guru. Paling utama pada pengembangan keprofesian berkelanjutan yang hampir tidak tersentuh.
Unifah juga menyoroti program Sistem Informasi Manajemen Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (SIM PKB) yang dinilai sarat dengan kamuflase. Pasalnya, guru bukan dilatih tapi diberi soal yang harus diisi setiap hari. Bila jawabannya jelek diberi rapor merah.
“Inikan salah, harusnya kesalahan guru itu diperbaiki dan dilatih agar kompetensinya meningkat. Makanya perlu ada klasterisasi guru agar pemberian pelatihan guru disesuaikan dengan kemampuan guru. Yang rendah dinaikkan. Sedangkan guru yang sudah sangat maju bisa menjadi tutor sebaya,” paparnya.
Dia meminta pemerintah tidak menggantungkan semua pelatihan guru dengan online dan diserahkan kepada guru sendiri seperti dalam SIM PKB. "Ini menjerumuskan," ujarnya.
Agar darurat guru tidak berkepanjangan, menurut Unifah, pemerintah harus mengubah regulasi atau juknis yang tidak dilaksanakan hingga saat ini. Sebab, ini yang membuat guru tidak merdeka dan berdaulat sehingga proses pendidikan tidak berkualitas.
"Darurat pendidikan melebihi dari darurat guru tapi darurat guru memberikan sumbangan besar pada darurat pendidikan," pungkasnya.(esy/jpnn)