Pimpinan MPR Terima Pandangan dan Sikap Resmi MUI Terkait Amendemen UUD 1945
jpnn.com, JAKARTA - Pimpinan MPR Hidayat Nur Wahid, Jazilul Fawaid dan Fadel Muhammad dengan didampingi Sekretaris Jenderal MPR RI Ma'ruf Cahyono menyambangi Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Selasa (3/12).
Kegiatan ini melanjutkan Silaturahmi Kebangsaan yang digelar Pimpinan MPR RI ke berbagai elemen bangsa antara lain, pimpinan parpol, organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, dan tokoh bangsa dalam rangka serap aspirasi terkait rekomendasi MPR periode lalu tentang amendemen terbatas UUD 1945.
Pertemuan silaturahmi yang digelar di Aula Gedung MUI, Jakarta Pusat tersebut dihadiri para Dewan Pimpinan MUI antara lain Ketua Bidang Pendidikan dan Kaderisasi KH. Abdullah Jaidi, Ketua Bidang Hukum dan Perundang-undangan H. Basri Bermanda, Sekretaris Jenderal H. Anwar Abbas, Wasekjen Bidang Dakwah dan Pengembangan Masyarakat KH. Tengku Zulkarnain.
Kepada para Pimpinan MUI, HNW menyampaikan bahwa kegiatan tersebut, sudah dimulai sejak sebelum pelantikan Presiden RI hingga saat ini.
“Sesungguhnya hal tersebut, bertujuan juga untuk melanjutkan tradisi MPR sebagai lembaga permusyawaratan rakyat. Jadi, kami ingin bermusyawarah dalam segala hal terkait kenegaraan kita itu tidak hanya di dalam atau secara internal, tetapi kami juga ingin melibatkan elemen-elemen bangsa dengan mendatangi langsung masyarakat, melakukan serap aspirasi,” katanya.
Bagi HNW, Silaturahmi Kebangsaan sekaligus serap aspirasi kepada elemen-elemen bangsa terutama seputar amandemen terbatas UUD 1945, kini menjadi begitu sangat penting. Sebab, saat ini wacana amandemen tersebut telah menjadi pembicaraan hangat di tengah-tengah masyarakat, dan ternyata memunculkan banyak persepsi serta pemikiran-pemikiran baru yang mesti disikapi secara bijak.
Hal tersebut diamini Jazilul Fawaid. Jazilul mengungkapkan, pembahasan tentang amandemen di tengah masyarakat telah melebar kemana-mana dan harus difokuskan kembali sesuai rekomendasi awal yakni tentang amandemen terbatas UUD 1945 juga tentang GBHN atau haluan negara.
“Tetapi itulah demokrasi. Aspirasi setiap warga negara Indonesia harus dihargai, walaupun satu sama lain saling berbeda. Itulah mengapa MPR berkeliling menemui elemen-elemen bangsa, untuk bermusyawarah perihal tersebut, meminta masukan dan pemikiran. Lalu, masukan-masukan tersebut akan disimpan serta menjadi bahan kajian yang dalam di MPR, yang kemudian melalui proses ketatanegaraan yang sudah ditetapkan akan keluar berbentuk suatu keputusan dan kebijakan,” terangnya.