PJJ Setahun, Anak-Anak Mengalami Krisis Kesehatan Mental
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat dan praktisi pendidikan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Nur Rizal mengatakan, pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang telah berlangsung selama setahun ini telah meninggalkan dampak krisis kesehatan mental yang cukup berat dirasakan oleh anak-anak.
Dampak ini akibat dari banyaknya tugas yang harus dipenuhi oleh siswa selama PJJ dengan risiko terisolasi dari teman-teman sebayanya.
Dia mengutip data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menyebutkan sebanyak 79,9% proses pembelajaran PJJ dilakukan tanpa interaksi sehingga mengakibatkan anak stres dan lelah.
"Guru hanya memberikan dan menagih tugas tanpa ada interaksi belajar bahkan tidak ada penjelasan materi. Alpa interaksi ini menyebabkan anak kebingungan dalam mengerjakan tugas," kata Nur Rizal dalam diskusi pendidikan daring, Selasa (9/3).
Ditambah pula, terdapat 37,1% anak mengaku waktu pengerjaan tugas sempit sehingga kurang istirahat. Hal ini mengakibatkan 76,7% anak menyatakan tidak senang dengan PJJ.
Survei yang dilakukan Gerakan Sekolah Menyenangkan' (GSM) terhadap 1600 siswa mengatakan sebanyak 19,06% - 26,3% anak merasa bosan dan 36% - 43% anak merasa ingin berinteraksi teman sebayanya selama proses pembelajaran PJJ.
"Selama PJJ ini masih berorientasi pada akademik dan tugas, hal itu mengakibatkan kebutuhan koneksi internet dan infrastruktur gawai sangat tinggi. Padahal anak miskin atau di desa memiliki permasalahan dengan hal tersebut," katanya.
Akibatnya, terjadi jurang kesenjangan yang sangat tinggi antara anak-anak di kota dan desa. Kesenjangan ini mengakibatkan learning poverty yang lebih riskan dialami masyarakat miskin maupun yang tinggal di pulau terluar.