PK Terpidana Mati WN Australia, Beda dengan yang Sakit Jiwa
jpnn.com - JAKARTA - Kejaksaan Agung menginstruksikan Pengadilan Negeri (PN) Bali untuk menolak PK kedua terpidana kasus narkotika asal Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
Harapannya, penolakan tersebut bisa memastikan tidak akan ada hambatan untuk eksekusi mati gelombang dua.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony Spontana menjelaskan, dengan mengacu surat keputusan bersama tiga menteri, Jaksa Agung Prasetyo, Menkumham Yasonna Laoly dan Menkopolhukam Tedjo Edhy Purdijatno, maka seharusnya PN Bali menolak atau tidak menerima PK tersebut.
"Kalau tidak menolak tentu sangat aneh," ujarnya ditemui di kantor Kejagung kemarin.
Namun, kalau tidak ada kepastian penolakan dari PN Bali, maka Kejagung tentu telah menyiapkan langkah cadangan yakni, eksekusi akan dilakukan tanpa menunggu hasil PK.
"Kedua terpidana ini sudah sampai pada proses grasi dan ditolak. lalu, balik lagi ke PK. sudah minta ampun dan mengakui kesalahan, artinya benar mereka melakukan upaya penyelundupan narkotika," terangnya.
Menurut dia, sama seperti pengajuan PK yang dilakukan terpidana mati di Batam, kedua warga Australia ini hanya ingin mengulur waktu agar tidak dieksekusi.
"Kecuali kalau memang punya novum atau bukti baru. Tapi, saya yakin kalau ini hanya untuk menghindari eksekusi," paparnya.
Namun, berbeda dengan pengajuan penangguhan eksekusi untuk Rodrigo yang mengaku sakit jiwa. Kejagung berhati-hati dengan akan mengkaji. Apakah ada aturan hukum yang melarang eksekusi mati pada orang yang sakit jiwa.
"Kalau sakit jiwanya bukan pura-pura, kami akan melihat undang-undang soal tata cara eksekusi mati, kalau ada aturannya yang melarang tentu akan dipertimbangkan. Cek dululah," jelas lelaki asal Madiun tersebut. (idr/kim)