Polda Metro Dinilai Lakukan Abuse of Power di Kasus Lutfi
Sebagai catatan, sprindik yang diterbitkan untuk menindaklanjuti laporan PT MAS (pasca SP3) adalah SP.sidik/555/II/2018/Ditreskrimum tertanggal 2 Februari 2018.
Penyidikan perkara Lutfi sendiri terkatung-katung sehingga Kejaksaan Tinggi DKI mengembalikan SPDP perkara tersebut. Namun Polda Metro Jaya kemudian menerbitkan sprindik kedua dengan nomor SP.sidik/1212/III/2019/Ditreskrimum tertanggal 21 Maret 2019. Hal ini diketahui dari plang pengawasan di tanah sengketa yang dipasang oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya dengan dasar nomor sprindik dimaksud.
Penyidikan perkara ini kembali terkatung-katung, hingga akhirnya terbit lagi sprindik baru dengan nomor SP.sidik/2674/VIII/RES.1.2/2021/Ditreskrimum tertanggal 13 Agustus 2021.
Umar Saleh yang ditunjuk Lutfi sebagai juru bicara ahli waris mengatakan jika pamannya (Lutfi) ditetapkan sebagai tersangka atas sprindik pertama, ia justru mempertanyakan status tersangka pamannya di sprindik kedua dan ketiga.
"Dasar hukum pemasangan plang pengawasan di tanah kami juga dipertanyakan. Plang itu mengacu sprindik kedua. Lantas mengapa plang belum dicabut oleh Polda Metro Jaya, padahal saat ini paman saya dipanggil untuk sprindik ketiga dengan status tersangka. Dasar hukumnya apa," tukas Umar.
Atas hal ini Profesor Astawa menegaskan bahwa Lutfi berhak mengajukan gugatan perbuatan hukum yang dilakukan oleh penguasa alias Ontechtmatige overheids Daad.
"Yang dimaksud perbuatan melawan hukum dalam kasus ini adalah Polda Metro Jaya," ucap Astawa. (dil/jpnn)