Politik Garam Vs Politik Gincu
jpnn.com - JAKARTA - Pasangan capres-cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dinilai memiliki kelebihan serta kelemahan dalam visi-misi. Namun keduanya terlihat kontras dari pasangan capres-cawapres 2014.
“Saya melihat Jokowi-JK memakai Politik Garam (terasa tapi tak kelihatan), dan Prabowo-Hatta memakai Politik Gincu (kelihatan tapi tak terasa),” ucap Peneliti LIPI Ahmad Najid Burhani saat dialog bertajuk ‘Mengulas Visi, Misi, dan Program Dua Calon Presiden/Wakil Presiden’ di Gedung DPD, Jakarta, Rabu (28/5).
Menurutnya, Islam substantif ala Jokowi-JK tak banyak menggunakan simbol dan jargon Islam, serta tak banyak meneriakkan takbir. Namun, semangat dan nilai Islam selalu ditekankan duet tersebut.
“Islam simbolik melihat simbol-simbol keagaman sebagai sesuatu yang sangat penting,” kata Ahmad.
Ahmad menambahkan, saat kampanye Prabowo-Hatta, kerap kali duet tersebut mengawali acara dengan pembacaan Al-Quran, yang diikuti teriakan takbir. Sedangkan Jokowi, jarang menggunakan simbol agama seperti itu.
“Jokowi-JK naik onthel, alat transportasi bawah. Istilah yang sering dipakai untuk menggambarkan koalisi kali ini adalah koalisi nasionalis versus koalisi syariah,” imbuh dia.
Sementara itu, Dosen Ekologi Politik IPB Bogor, Arya Hadi Dharmawan mempertanyakan misi ketahanan pangan yang diusung oleh pasangan Jokowi-JK yaitu akan memperbanyak kepemilikan tanah setiap keluarga petani.
“Mereka menginginkan 2 hektar per kepala keluarga, petani di Indonesia jumlahnya 21 juta. Itu berarti harus ada 45-50 juta hektar. Itu tanahnya siapa dan dimana? Ini perlu dikoreksi saya kira,” jelasnya.