Politik Primordial Bukanlah Penentu Utama Keterpilihan Caleg
jpnn.com, JAKARTA - Tingkat penerimaan warga pemilih menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam keterpilihan para calon legislatif. Aspek primordial seperti agama dan suku bukanlah variabel utama keterpilihan caleg, namun masih ada variabel lain yaitu tingkat penerimaan pemilih terhadap calon.
Demikian salah satu temuan penelitian Osbin Samosir, Alumnus Program Doktoral Ilmu Politik Universitas Indonesia saat bedah bukunya “Keterwakilan Politik Kristen di Basis Islam yang Kuat” di Kantor Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (23/9). Diskusi yang dipandu oleh Suryo Bagus ini juga menghadirkan Sekjen Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) Benny Sabdo sebagai penanggap.
Dalam penelitian Disertasinya berjudul “Keterwakilan Politik Kristen di DPR RI pada Pemilu 2004 dan Pemilu 2009: Studi PDI Perjuangan dan Partai Golkar”, Osbin menemukan bahwa sentimen primordial sebagaimana dimaksud oleh Clifford Geertz mendapat limitasi yang sangat jelas yakni bahwa aspek primordial tidak lagi menjadi satu-satunya penentu.
Dalam kesempatan itu, Osbin mengakui bahwa politik aliran memang tak bisa terhindarkan dan masih berpengaruh sampai sekarang. Hanya saja, aspek ikatan agama dan suku bukanlah satu-satunya penentu keterwakilan seorang calon anggota legislaltif.
“Aspek yang paling dominan tingkat keterpilihan caleg adalah faktor ketokohan atau figur,” tegas Osbin.
Hal senada disampaikan Sekjen Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) Benny Sabdo yang hadir sebagai penanggap dalam bedah buku tersebut.
Menurut Benny, fenomena sentimen primordial memang masih ada dalam beberapa kasus seperti pelaksanaan Pilkada. Namun, Benny tetap optimistis dengan pilihan di jalan politik yang mengedepankan kapasitas dan integritas seorang tokoh calon legislatif atau calon pemimpin.