Potret Kehidupan Masyarakat Melayu di Abad XIX
jpnn.com - JAKARTA - Setelah sukses memproduseri film trilogi Merah Putih, Media Desa Indonesia kembali menghadirkan film produksi terbarunya dengan mengangkat novel pertama Joseph Conrad yang berjudul "Almayers Folly".
Sutradara ternama asal Malaysia berdarah Padang Indonesia, U-Wei Bin Haji Saari, yang menjadi komando dalam pembuatan film ini menyulapnya menjadi sebuah film luar biasa dengan judul “Gunung Emas Almayer”.
Film ini mengkombinasikan antara seniman Indonesia dan Malaysia sebagai pemeran penting dalam cerita tersebut.
Cerita novel "Almayer's Folly" diangkat kelayar lebar sebagai sebuah produksi kerjasama antara Media Desa Indonesia, dengan eksekutif produser Rahayu Saraswati Djojohadikusumo dan rumah produksi Tanah Licin dengan eksekutif produser U-Wei Bin Haji Saari. Film kolosal ini akan tayang perdana di bioskop Indonesia pada 6 November 2014 mendatang.
“Film ini terkonsep ketika saya menemukan cerita dari Almayer’s Folly karya Joseph Conrad yang mengarungi daratan Malaka sejak abad XIX. Novel itu saya dapatkan di tahun 1996,” ungkap U-Wei dalam keterangannya, Rabu (22/10).
Melihat dari sinopsisnya, film Gunung Emas Almayer yang mengambil setting Malaka awal abad 19 dan berdurasi sekitar 116 menit ini, menceritakan tentang perjuangan seorang pedagang senjata berkebangsaan Belanda yang sekaligus mempunyai minat arkeologi, Kaspar Almayer, mengejar impiannya menemukan gunung emas di Malaka.
Impian Almayer untuk menemukan gunung emas, tak terlalu mudah. Ada banyak rintangan dan tantangan yang harus dihadapi, baik dari para pedagang Arab, manuver politik ketua suku adat setempat, tentara militer Kolonial Inggris, pejuang kemerdekaan maupun dari keluarganya sendiri.
Almayer memiliki seorang anak perempuan bernama Nina, hasil buah pernikahannya dengan wanita Melayu berdarah betawi bernama Mem. Pangeran Malaka yang tampan bernama Daen Maroola membeli bubuk mesiu dari Almayer. Ketika Daen melihat Nina, Daen pun jatuh cinta. Daen mengetahui letak gunung emas yang Almayer inginkan. Daen akan membantu Almayer menemukan Gunung Emas tersebut dengan syarat Almayer harus membantu Daen mendapatkan bubuk mesiu yang ia butuhkan.
"Film Ini memberi kita jendela ke dalam melihat masyarakat melayu di Malaka pada akhir abad ke-19. Campuran yang sangat kompetitif antara adat melayu, pribumi suku, Eropa, Arab, India, dan Cina yang hidup dan bekerjasama," tuturnya. (boy/jpnn)