PPP Belum Terlambat Ubah Haluan
jpnn.com - JAKARTA - Meski termasuk partai lama, seperti halnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dinilai menjadi partai yang paling tidak cerdas dalam mengelola konflik di internalnya .
Hal itu terbukti publik menonton secara fulgar aksi saling pecat yang dilakukan oleh kubu Suryadharma Ali dan kubu Romahurmuziy.
Pengamat komunikasi politik Ari Junaedi melihat persoalan di tubuh partai berlambang Ka'bah itu memang sarat dengan konflik usai fusi dari partai-partai Islam pasca Pemilu 1971. Serpihan-serpihan faksi eks Parmusi, eks Perti, eks NU dan lain-lain hingga kini masih mewariskan semangat persaingan politik.
"Terlebih lagi, PPP tidak cerdas dalam mengelola komunikasi politik pada kebijakan politik nasional yang strategis. PPP masih menjadi follower, bukan penentu konfigurasi politik seperti yang dimainkan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Pilpres 2014 kemarin. Oleh karena itu, aroma ketidak solidan PPP selalu mewarnai politik partai hijau ini,"ungkap Ari Junaedi kepada INDOPOS (Grup JPNN), kemarin (14/9).
Selain itu, kata Ari, PKB juga mampu tampil cepat dalam menentukan pemimpinnya di muktamar, meski sebelumnya sempat diguncang oleh loyalis Gus Dur pada Agustus lalu, dimana Muhaimin Iskandar kembali terpilih menjadi ketua umum PKB secara aklamasi.
Menurut pengajar Program Pascasarjana di Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Diponegoro (Undip) ini, legalitas kepemimpinan SDA di PPP sudah "tamat". Artinya pemecatan SDA sudah final karena mendapat dukungan dari mayoritas pengurus daerah.
"PPP di bawah kepemimpinan sementara Emron Pangkapi harus mereposisi sikap PPP dalam berkoalisi. PPP harus cerdik mengelola konflik menjadi benefit politik. Ibarat permainan rollet, PPP di pilpres kemarin kurang beruntung bahkan sangat tidak pandai ketika pilihan politiknya lebih mengedepankan pragmatisme,” ujar Ari.
Menurutnya, elite-elite PPP seperti SDA mengubur dirinya sendiri dan PPP ke dalam kubangan masalah. Sudah menjadi tersangka kasus haji, ditambah lagi menjadi juru kampanye habis-habisan calon presiden partai lain.
“PPP belum terlambat mengubah haluan. Bergabung bersama PDIP, PKB, Nasdem, dan PKPI menjadi pilihan yang paling realitis dan logis," ungkap Ari Junaedi yang juga dosen tamu di Univercidade Timor Leste. (dli)