Praktik Trader Gas Bentuk Pemborosan
jpnn.com - JAKARTA - Peneliti Pusat Kajian Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Irine Handika mengatakan skema trader bertingkat akan menyuburkan munculnya praktik-praktik tak sehat di bisnis gas. Menurutnya, dengan rantai distribusi gas juga menimbulkan inefisiensi.
"Itu terlampu panjang rantainya," kata Irine saat dihubungi wartawan, Senin (26/10).
Pernyataan Irine berkaitan dengan munculnya dokumen yang menjelaskan pola penjualan gas di internal Pertamina. Manajemen PT Pertamina (Persero) disinyalir menjadi penyebab tingginya harga gas di pasaran. Selain itu, pola yang diterapkan perusahaan migas pelat merah dalam bisnis gas menyebabkan munculnya trader gas bertingkat.
Dalam dokumen 'Pengaturan Harga Gas' yang dikeluarkan BPH Migas pada Oktober 2015, yang salinannya kini tersebar mencontohkan praktik trader gas bertingkat yang membuat harga gas di konsumen sangat tinggi.
Praktik trader gas bertingkat itu menyebabkan tidak bisa dilakukan control terhadap selisih harga gas dari pasok (harga gas hulu) dengan harga gas di konsumen.
"Dengan tidak terkontrolnya selisih harga dari pasok dan harga di konsumen, memungkinkan selisih harga gas ini menjadi besar, yang memungkinkan menciptakan banyak trader pada rantai transaksi dari pemasok sampai ke konsumen," tulis dokumen tersebut.
Menurut Irene, selain yang dicontohkan dalam dokumen yang sudah dipahami khalayak, biang masalah dalam tata niaga gas juga ditimbulkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 tahun 2009.
Di Permen itu antara lain diatur bahwa trader gas yang hanya bermodal kertas boleh berbisnis gas. Hal ini menyuburkan munculnya praktik-praktik tak sehat di bisnis gas seperti trader gas bertingkat yang menimbulkan inefisiensi ekonomi.