Presiden Jokowi Diharapkan Hadir pada Puncak HUT Ke-70 GPDI
jpnn.com, JAKARTA - Gereja Pentakosta di Indonesia (GPDI) di Tanah Papua yang memiliki sejarah sebagai Gereja penjaga NKRI di Tanah Papua mengharapkan kehadiran Presiden Joko Widodo pada puncak acara HUT GPDI ke-70 tanggal 30 September 2018 mendatang. Kehadiran Presiden RI dalam acara bersejarah ini sekaligus memperteguh komitmen masyarakat Papua, selain memiliki tingkat keimanan yan kuat juga agar benar-benar mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hal tersebut disampaikan Ketua Panitia HUT ke-70 GPDI Boy Markus Dawir dalam keterangan persnya di Jakarta, Rabu (19/9).
“Gereja ini memang memiliki akar sejarah yang amat khas karena Gereja inilah yang pertama yaitu pada 1948 memakai nama Indonesia saat Papua atau Irian Barat ketika itu belum bergabung ke pangkuan NKRI. Sehingga sering juga dianggap sebagai Gereja jangkar NKRI di Papua,” kata Boy.
Boy menjelaskan akar sejarah yang khas inilah yang mendorong mereka untuk meminta kesediaan Presiden Joko Widodo hadir langsung pada puncak acara 30 September 2018 nanti.
“Kami membawa keinginan seluruh umat GPDI di Papua agar Bapak Presiden berkenan hadir, dan itu adalah suatu kebanggaan bahwa momen bersejarah 70 tahun ini Bapak Presiden hadir berbagi kebahagiaan bersama kami,” ucap Boy yang juga anggota DPR Provinsi Papua ini.
Dalam kesempatan itu, Boy menjelaskan tentang sejarah GPDI di Tanah Papua. Menurut Boy, GPDI masuk ke tanah Papua, tepatnya di Kota Sorong pada 30 September 1948.
Dikatakan Boy, kabar Injil Api Pantekosta tersebut dibawa oleh Pendeta Jonathan Itaar dari Tanah Minahasa. Setelah 70 tahun, GPDI di tanah Papua sudah berkembang ke 29 Kabupaten dan Kota di Papua dengan jumlah umat sebanyak 118 ribu dengan 66 wilayah dan kini dipimpin oleh Ketua Majelis Daerah Pendeta Timotius Dawir.
“Dan sejarah juga mencatat dengan baik bagaimana para Pendeta GPDI terlibat secara aktif dalam proses pembebasan Irian Barat ke NKRI dan lagi Gereja ini sudah lebih dulu menggunakan nama Indonesia meskipun Irian Barat saat itu belum masuk NKRI,” sambung Boy.