Problem Banyak Anak dan Manusia Tidak Beragama
jpnn.com - INILAH dua hasil penelitian yang akan membuat para pimpinan agama (Islam dan Kristen), mestinya, tidak punya waktu lagi untuk bicara yang remeh-temeh. Persaingan untuk berebut pengaruh di antara golongan-golongan dalam satu agama pun bisa tidak relevan lagi. Apalagi persaingan antaragama.
Hasil penelitian itu benar-benar akan membuat para pimpinan agama masing-masing, mestinya, terlalu sibuk dengan pekerjaan rumah masing-masing yang sangat besar ini.
Bulan lalu Pew Research Center yang berpusat di Washington DC, Amerika Serikat, mengumumkan hasil penelitiannya. Pertama, jumlah umat Islam menjadi imbang dengan umat Kristen pada 2050 (31,4 persen Kristen, 29,7 persen Islam). Jumlah penganut Islam akan melebihi umat Kristen pada 2070.
Kedua, perkembangan itu bukan karena banyak umat Kristen yang masuk Islam, melainkan lebih karena keluarga Kristen memiliki lebih sedikit anak (2,3) dibanding keluarga Islam (3,5). Juga karena akan banyak umat Kristen, di Eropa khususnya dan di Barat umumnya, yang tidak mau lagi terikat dengan agama.
Sambil melakukan perjalanan dengan naik bus ke kota-kota Nashville, Memphis, New Orleans, Houston, dan Austin pada hari-hari tidak ada mata pelajaran di akhir pekan, saya merenungkannya dalam-dalam. Saya tertegun.
Saya membayangkan betapa seharusnya tiap-tiap pimpinan agama kini bekerja keras untuk merespons hasil penelitian itu. Seharusnya sudah tidak ada waktu lagi untuk berebut pengaruh.
Ambil contoh di internal Islam. Menjadi mayoritas lebih karena jumlah anak yang lebih banyak bukankah akan menimbulkan persoalan tersendiri? Yakni, bagaimana dengan jumlah anak yang lebih banyak itu bisa meningkatkan kesejahteraan mereka.
Menyiapkan diri untuk menjadi agama terbesar bukanlah pekerjaan mudah. Terutama kalau Islam akan menempatkan dirinya menjadi seperti yang diinginkan agama itu: menjadi rahmat bagi seluruh alam.