Profesor Hukum Unpad Pertanyakan Kewenangan BPK di Kasus ASABRI
Hal ini tentu saja bertentangan dengan pengertian kerugian keuangan negara, yakni kekurangan uang, barang dan surat berharga yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum, baik sengaja maupun lalai.
“Namanya saham ini kan fluktuatif, bagaimana kita bisa memastikan itu kerugian keuangan negara? Ini satu hal yang ganjil menurut saya,” ujar Prof Gde.
Selanjutnya, Gde menegaskan bahwa BPK tidak boleh secara sepihak melakukan audit.
Orang atau pihak yang diaudit, haruslah dimintai konfirmasi bila terjadi dugaan penyimpangan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
“Itu prinsip lho! Kalau berkenaan dengan keuangan negara. Tapi, ini kan gak ada urusannya dengan keuangan negara. Saya menilai ngawur ini BPK, kalau yang diaudit itu berkenaan dengan jual beli saham dan reksadana,” ucapnya.
Kemudian, Prof Gde menjelaskan bahwa PT Asabri ini selain berada di bawah UU PT, juga tunduk pada UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang bila terdapat sebuah kasus, maka ada penyelesaiannya tersendiri.
“Apa urusannya dengan korupsi gitu lho? Pasar modal itu ada penyelesaiannya tersendiri, meskipun dalam UU Pasar Modal ada klausul pidana, tapi larinya bukan ke korupsi. Kita harus objektif melihat ini,” kata Gde.
“Jadi ini sesuatu yang debatable audit BPK ini, apalagi sudah dipublikasi dan menjadi kontroversial ini.”