PSM Jadi Motor Penggerak Atasi Masalah Sosial Melalui RBM
“Para orang tua diberi Pekerjaan Rumah (PR) oleh terapis misalnya cara membuka mulut dengan pijitan-pijitan ringan di wajah dengan benar, sehingga tidak mengandalkan seratus persen di RBM,” tegas Euis.
Model terapi lain seperti membawa anak disabilitas ke kolam renang untuk stimulus tumbuhkembang anak, misalnya ada disabilitas tidak bisa bergerak normal dan ketika di air kelihatan mimik mukanya bahagia.
“Kondisi mereka yang merasa senang karena ada suasana baru yang bisa menstimulus anak,” ujar Euis.
Tidak berhenti sampai di situ, tahap selanjutnya bagaimana anak-anak disabilitas mendapat hak-hak dasar serta mendapat perlindungan. Sebab mereka punya hak sama dengan anak normal lainnya.
Kendati mempunyai anak disabiltas, Euis pun tak lelah untuk mendampingi orang tua dari Rani, 12 tahun, salah satu anak disabilitas yang sejak delapan bulan dan merasakan perbedaannya usai mendapatkan pendampingan.
“Rani sebelumnya bergerak pakai punggung seperti gaya kupu-kupu saat berenang. Usai diterapi sedikit demi sedikit bisa bergerak lebih baik,” terang Euis.
Ibu dari Rani pun mengaku kalau dulu suka malu kalau membawa anaknya keluar dan dilihat orang, tapi sekarang biasa aja malah lebih percaya diri.
“Perubahan mental dirasakan, dulu malu mempunyai anak disabilitas tapi sekarang lebih percaya diri itu hasil dari pendampingan oleh para PSM dan terapis, ” tuturnya.