Ratusan Santri dan Kyai Ngamuk di Lahan Mayora Grup, Satu Mobil Dirusak
jpnn.com - SERANG - Ratusan santri dan kyai asal Kecamatan Baros melakukan pengerusakan terhadap sebuah mobil yang diduga milik karyawan PT Tirta Presindo Jaya (TJP), Mayora Group di Kampung Cipancur, Desa Suka Indah, Banten. Aksi anarkis itu terjadi saat mereka menggelar aksi demonstrasi di lahan milik perusahaan tersebut, Rabu (13/1).
Pantauan BANPOS (grup JPNN), aksi pendudukan lahan dimulai sekitar pukul 09.00 WIB. Massa datang dari segala arah dan langsung mengepung lahan PT Tirta Presindo Jaya. Akibat aksi pengepungan sendiri sempat membuat ruas Jalan Pandeglang-Serang macet cukup panjang.
Kericuhan mulai terjadi ketika sebuah mobil keluar dari samping lahan perusahaan. Para santri yang menganggap mobil Pajero Sport putih tersebut milik orang perusahaan tanpa dikomando langsung berlarian untuk menyerang. Akibatnya, mobil tersebut mengalami kerusakan kecil di bagian belakang dan pengendara sempat mendapat bogem mentah sebanyak dua kali.
Beruntung pria yang berada di dalam mobil bernama Reza Maulana berhasil diamankan aparat gabungan dari Polres Serang dan Pandeglang. Massa ternyata salah sasaran, sebab Reza bukan karyawan PT Tirta Presindo Jaya melainkan warga sekitar yang tinggal di samping lokasi.
Menyadari hal tersebut massa akhirnya kembali pada niat awal untuk menduduki lahan. Setelah berhasil, massa kemudian berusaha mencoba merobohkan dinding beton yang dibangun perusahaan menggunakan palu berukuran besar.
Kericuhan pun kembali terjadi tepat saat Kapolres Serang, AKBP Nunung Syaifuddin tiba di lokasi dan mengajak massa beraudiensi. Seorang provokator tertangkap oleh massa dan langsung dihakimi, sekali lagi aparat kepolisian dibuat kerepotan karena kalah jumlah.
Pria yang tidak diketahui identitasnya itu akhirnya diselamatkan oleh tokoh masyarakat setempat yang langsung diusir dari lokasi. Massa yang mulai panas pun berhasil diredam.
Salah seorang pengunjuk rasa. Syahroni mengatakan, lahan yang bakal dijadikan gudang air minum kemasan oleh PT Tirta Presindo Jaya itu merupakan area mata air dan tempat cagar budaya santri. Oleh karena itu menurutnya tidak seharusnya kekayaan alam itu diduduki untuk kepentingan bisnis.