Rawat Ruwat Ranu Jadi Even Wisata Berbasis Kearifan Lokal
Panggung ditopang dengan pelampung puluhan tangki kecil atau drum agar bisa menopang panggung di atas air. Untuk menuju panggung yang berada di atas ranau atau danau kecil itu dari tepi danau, terhubung jembatan kayu yang ditopang drum dengan panjang jembatan sekitar 20 meter dari tepi ranu. Sedangkan lebar jembatan 1,5 meter.
Kegiatan ini akan dimulai pada pukul 12.30 dengan istighosah kubro bersama warga sekitar Ranu Klakah. Rencananya Bupati Lumajang akan hadir. Kemudian dilanjutkan dengan pagelaran budaya yang meliputi seni tari, musik dan teater dari seniman-seniman Lumajang, Malang dan Probolinggo.
‘’Mereka berpartisipasi secara sukarela karena kepeduliaannya kepada pelestarian budaya dan lingkungan. Panggung ini adalah panggung rakyat, siapapun boleh hadir menyaksikan dan menampilkan karya seninya,’’ kata A'ak Abdullah Al-Kudus, penggagas even yang juta Ketua Laskar Hijau.
Menurut A’ak, yang akrab dipanggil Gus Aak ini, mengapa perlu ada kegiatan ruwat ranu ini. Tidak lain karena Gunung Lemongan merupakan benteng ekologi Kabupaten Lumajang wilayah utara yang memiliki total 13 Ranu (Maar).
Menurut Gus Aak, tujuh Ranu di antaranya berada di wilayah Kabupaten Lumajang, sedangkan sisanya berada di Kabupaten Probolinggo. ‘’Ranu-ranu ini memiliki fungsi yang sangat vital bagi masyarakat khususnya untuk air minum, irigasi, perikanan juga wisata,’’ jelasnya.
Dijelaskannya, Illegal logging yang terjadi pada kisaran tahun 1998-2002 telah meluluh lantakkan kawasan hutan lindung di Gunung Lemongan, sehingga berdampak langsung pada 13 ranu yang indah tersebut. Salah satunya Ranu Klakah.
Tak kurang dari 25 mata air di Ranu Klakah yang kemudian harus mati akibat perusakan hutan di Gunung Lemongan, dan sekarang tinggal 6 mata air saja. Padahal ranu ini menjadi tumpuan irigasi bagi 620 hektar areal persawahan yang ada di sekitarnya. Degradasi ekologi ini juga terjadi pada ranu-ranu yang lain, bahkan Ranu Kembar di desa Salak, Kecamatan Randuagung saat ini cenderung mengering.
Kondisi kerusakan inilah yang memantik para relawan Laskar Hijau untuk melakukan gerakan konservasi di Gunung Lemongan dan di ranu-ranu yang ada di sekitarnya sejak 2005. Selain melakukan penghijauan, para relawan ini juga melakukan kampanye-kampanye pelestarian lingkungan, salah satunya dengan jalan kebudayaan. (jpnn)