Redam Gejolak Rupiah, Pemerintah Keluarkan 4 Paket Kebijakan Ekonomi
jpnn.com - JAKARTA--Merespon gejolak perekonomian dalam negeri, pemerintah akhirnya mengeluarkan paket kebijakan stabilisasi. Paket ini juga dikeluarkan menyusul adanya pelemahan rupiah sepekan terakhir.
Pokok kebijakan ini terbagi dalam 4 paket. Di antaranya paket kebijakan untuk memperbaiki neraca transaksi berjalan, paket kebijakan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi dan daya beli, paket kebijakan ketiga bertujuan untuk menjaga inflasi dan terakhir paket percepatan investasi.
Paket ini disampaikan jajaran menteri bidang ekonomi setelah sebelumnya melaporkan pada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dalam rapat terbatas di kantornya, Jumat, (23/8).
“Dengan dikeluarkanya paket kebijakan ini, diharapkan pada triwulan III dan IV, defisit transaksi berjalan akan turun, iklim dunia usaha terjaga, dan pertumbuhan ekonomi tetap kita jaga pada level yang realistis,” kata Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Hatta Rajasa dalam jumpa pers di kantor Kepresidenan.
Hatta memaparkan dalam paket pertama yang bertujuan memperbaiki defisit neraca transaksi berjalan termasuk untuk menjaga nilai tukar rupiah terdiri atas 4 langkah. Di antaranya mendorong ekspor dengan memberikan additional deduction tax untuk sektor padat karya yang memiliki ekspor minimal 30 persen dari total produksi. Langkah berikutnya adalah menurunkan impor migas dengan meningkatkan penggunaan biodiesel dalam prosi solar.
Pada langkah ketiga untuk memperbaiki defisit, kata dia, pemerintah menetapkan pajak barang mewah yang berasal dari impor seperti mobil, branded produk yang sekarang mencapai 75 persen menjadi 125-150 persen.
"Langkah terakhir adalah memperbaiki ekspor mineral dengan memberikan relaksasi prosedur terkait kuota," sambung Hatta.
Sementara itu, pada paket kebijakan kedua untuk menjaga daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi terdiri dari beberapa langkah. Pertama, pemerintah memberlakukan pemberian insentif untuk industri padat karya serta pengubahan sistem pemberian upah minimum provinsi yang mengacu pada pertumbuhan ekonomi, level inflasi.