Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Refleksi Hari Guru 2014

Oleh; Mohammad Nuh*

Rabu, 26 November 2014 – 22:39 WIB
Refleksi Hari Guru 2014 - JPNN.COM

jpnn.com - TIDAK ada satu pun di antara kita yang tidak pernah mendapatkan sentuhan kemuliaan dari guru sehingga menjadi kita seperti sekarang ini, apa pun profesi dan status sosial kita. Itulah realitas sosial sepanjang sejarah peradaban umat manusia. Pendek kata, peran guru dalam kehidupan tidak bisa dimungkiri.

Oleh karena itu, tidak berlebihan kalau salah satu peran guru adalah sebagai mesin pembuat dan transmisi ilmu, perilaku, dan peradaban yang menjaga kesinambungan antargenerasi. Guru tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi lebih jauh dari itu ikut menghantarkan proses menjadikan manusia yang mampu memanusiakan manusia (humanizing the human being).  

Bahkan, dalam tradisi sufistik, orisinalitas dan keabsahan sang guru (mursyid) sangat ditentukan kepada siapa dia berguru. Hal ini semata-mata untuk memastikan kemurnian dan kesahihan amaliah yang diajarkannya.  

Secara etimologi, guru yang berasal dari bahasa Sanskerta terdiri atas dua kata, yaitu gu (darkness) dan ru (to push away). Oleh karena itu, peran substansi guru adalah kemampuannya dalam memberikan pencerahan untuk mentransformasikan dari keadaan yang terkungkung ”kegelapan” (jahiliah) menuju keadaan yang tercerahkan.

Jahiliah di sini bukan hanya ketidaktahuan dari aspek pengetahuan, tetapi juga termasuk kelamnya perilaku dan peradaban. Mengingat peran penting dan mulianya seorang guru, menjadi guru itu juga penting dan mulia. Bahkan, dalam tradisi pesantren, menghormati guru sama pentingnya dengan menghormati ilmu sebagai syarat agar bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat (Syech Az-Zamuji dalam Ta’alim Muta’alim).

Di balik penting dan mulianya menjadi guru, banyak ragam yang melatar belakanginya. Ada yang disebabkan tuntutan pekerjaan, panggilan jiwa, profesi, dan profesi yang didasari panggilan jiwa. Latar belakang inilah yang ikut menentukan karakter dan tingkat kemuliaan (maqom) sebagai guru.

Sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, ada empat kompetensi yang harus dipenuhi guru, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan kompetensi sosial. Pertanyaannya adalah apakah guru-guru kita yang jumlahnya sekitar 3 juta telah memenuhi UU tersebut? Inilah pertanyaan yang jawabannya bukan sekadar sudah atau belum, tetapi lebih jauh dari itu bagaimana menjadikan guru-guru kita memiliki empat kompetensi tersebut secara memadai.

Guru sebagai Pekerjaan

TIDAK ada satu pun di antara kita yang tidak pernah mendapatkan sentuhan kemuliaan dari guru sehingga menjadi kita seperti sekarang ini, apa pun

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News