Refly Harun Sebut Larangan Mudik Melanggar HAM, tetapi...
jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai larangan mudik pada kondisi normal merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Namun, larangan mudik bisa dibenarkan dalam kondisi darurat.
Refly menyampaikan itu melalui akunnya di Twitter, Jumat (1/5). "Dalam kondisi normal, larangan mudik melanggar HAM,” ujar mantan wartawan itu.
Walakin, larangan mudik bisa dibenarkan karena ada kondisi darurat kesehatan. Dasar hukumnya pun ada, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Dlm kondisi normal, larangan mudik melanggar HAM. Tapi bisa dibenarkan ketika negara sudah dinyatakan darurat kesehatan masyarakat. Legitimasinya di UU 6/2018 berkaitan dg karantina wilayah. Jgn diplesetkan lagi ya. Salam Sehat Selalu.
— Refly Harun (@ReflyHZ) May 1, 2020
“Bisa dibenarkan ketika negara sudah dinyatakan darurat kesehatan masyarakat. Legitimasinya di UU 6/2018 berkaitan dengan karantina wilayah," ujarnya melalui akun @ReflyHZ.
Dalam twit selanjutnya, alumnus Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menambahkan, ada tanggung jawab negara ketika suatu daerah dikarantina untuk alasan kesehatan. Menurutnya, negara wajib memenuhi kebutuhan dasar warga yang berada di wilayah karantina, termasuk yang terkena larangan mudik.
"Ketika dasar yang bisa dirujuk karantina wilayah, negara punya tanggung jawab untuk memastikan kebutuhan dasar mereka yang tak bisa mudik, terutama mereka yang memang rentan secara ekonomi. Misalnya mereka yang sudah hilang pekerjaan tapi tak bisa pulang kampung," jelasnya.(fat/jpnn)