Reformasi Kebijakan Pangan Seimbangkan Pertumbuhan
Walaupun serapan tenaga kerja untuk sektor pertanian di Indonesia 1991 sebesar 55,1% dan turun menjadi 31,9% di 2016, produksi pangan Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan sebagai imbas dari peningkatan produktivitas dan luas lahan.
Termasuk di dalamnya pemanfaatan teknologi.
Hal serupa juga terjadi di negara lain. Pada periode 1994 sampai dengan 2010, World Bank melaporkan tenaga kerja di sektor pertanian di negara Cina turun dari 50% menjadi 3%, Thailand turun dari 56% menjadi 38%, dan Filipina 45% menjadi 33%.
Situasi ini, menurut peneliti Center for South East Asia Study yang mendalami migrasi tenaga kerja di sektor pertanian di negara-negara Asia, tidak perlu dikhawatirkan akan menurunkan pertumbuhan produksi pangan asalkan teknologi yang diperlukan dipersiapkan dengan baik.
Pemerintah, dalam hal ini, telah mengantisipasi dengan pemanfaatan 180 ribu alat mesin pertanian untuk mengurangi beban kerja petani dan meningkatkan efisiensi produksi.
Fakta menunjukkan selama 32 tahun terhitung mulai 1984 hingga 2014, pembangunan pertanian Indonesia masih tergantung impor untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.
Kini, sepanjang 2015 sampai dengan 2016 Indonesia telah mampu meningkatkan produksi pangan strategis sehingga volume impor turun bahkan tidak impor untuk beras, bawang, dan cabai, serta impor jagung bisa ditekan 66%.
Secara rinci produksi komoditas strategis dalam dua tahun terakhir mengalami peningkatan.
Produksi padi naik 11 persen, jagung naik 21,8 persen, cabai naik 2,3 persen, dan bawang merah naik 11,3 persen.
Peningkatan produksi komoditas unggulan peternakan, daging sapi naik 5,31 persen, telur ayam naik 13,6 persen, daging ayam naik 9,4 persen, dan daging kambing naik 2,47 persen.