Reformasi Kebijakan Pangan untuk Seimbangkan Inflasi
jpnn.com, JAKARTA - Kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto (PDB) yang menurun bukan selalu berarti sektor pertanian tidak berkembang.
Pertumbuhan sektor industri dan jasa di banyak negara berkembang umumnya berkembang lebih pesat dibanding pertumbuhan di sektor pertanian.
Hal ini tentu berakibat menurunnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional. Sebagai contoh, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB di beberapa negara pada 1995 dibanding 2014 yang umumnya mengalami penurunan.
World Bank melaporkan untuk Malaysia turun dari 12,9 persen menjadi 8,9 persen, Tiongkok (19,6 persen menjadi 9,1 persen), Vietnam (27,2 persen menjadi 17,7 persen), dan Kamboja (49,6 persen menjadi 30,5 persen).
Namun demikian, tidak perlu dikhawatirkan, penurunan kontribusi ini akan mengarah kepada situasi kurang pangan.
Negara-negara tersebut, termasuk Indonesia membuktikan bahwa pada periode tersebut mampu mewujudkan kemandirian dalam produksi pangan bahkan sebagian di antaranya menjadi eksportir pangan.
Hal yang sama pasti berdampak juga kepada penurunan serapan tenaga kerja. Walaupun serapan tenaga kerja untuk sektor pertanian di Indonesia tahun 1991 sebesar 55,1 persen dan turun menjadi 31,9 persen di tahun 2016, produksi pangan Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan sebagai imbas dari peningkatan produktivitas dan luas lahan, termasuk di dalamnya pemanfaatan teknologi.
Hal serupa juga terjadi di negara lain. Pada periode 1994 sampai dengan 2010, World Bank melaporkan tenaga kerja di sektor pertanian di Tiongkok turun dari 50 persen menjadi tiga persen, Thailand (56 persen menjadi 38 persen), dan Filipina (45 persen menjadi 33 persen).