Rektor Dipilih Presiden, Birokrasi Akan Semakin Runyam
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih menilai keputusan pemerintah memberikan kewenangan kepada presiden untuk memilih rektor Pergutuan Tinggi (PT), hanya akan menambah runyam birokrasi.
Ini disampaikan Fikri, Kamis (1/6) menyikapi pernyataan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo bahwa penentuan akhir rektor PT ada di tangan presiden. Alasannya, pemerintah melihat ada gerakan yang tak sejalan lagi dengan Pancasila, salah satunya berasal dari PT.
Nah, Fikri mengakui ada problematika terkait konsolidasi demokrasi di kalangan civitas akademika di PT. Utamanya penentuan rektor 30 persen di tangan menteri.
Dampaknya, orang yang terpilih secara demokratis dengan perolehan suara tertinggi di ajang pemilihan rektor secara internal PT, bisa tidak menjadi rektor karena tak mendapat dukungan menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Ristek Dikti).
"Dengan diambil alihnya pemilihan rektor oleh presiden, alih-alih menghentikan kemelut di PT, justru bisa menjadi semakin runyam. Sebab birokrasi semakin panjang karena haris sampai presiden," ujar Fikri.
Politikus PKS ini menurutkan, dengan ditangani oleh menteri saja kemelut pemilihan rektor sekarang ini penyelesaiannya lama, apalagi harus melibatkan presiden.
"Bisa dibanyangkan bila hendak ditentukan oleh presiden yang urusannya banyak. Tidak hanya urusan pendidikan apalagi khusus PT. Bisa diprediksi akan semakin lama," tambah dia.
Politikus asal Jawa Tengah ini lebih sepakat bila pemerintah menyerahkan urusan seperti ini kepada internal perguruan tinggi. Dengan diberi kepercayaan, maka PT akan semakin mandiri, serta bisa mengonsolodasikan kehidupan berdemokrasi di kampus.(fat/jpnn)