Remaja Narkoba: Saya Kangen Ibu, Ingin Segera Sungkem
Bagas (bukan nama sebenarnya), 13, tidak bisa mengecap manisnya Lebaran bersama keluarga. Pasalnya, dia adalahremaja yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba. Dia terpaksa tinggal di panggon rehabilitasi untuk menebus dosa masa lalu.
DIDA TENOLA
SUARA takbir terdengar bersahutan di kawasan Pandugo Selasa petang (5/6). Kompleks perumahan tersebut sudah sepi. Kebanyakan warganya mudik. Namun, di sudut gang, sebuah rumah masih terlihat beraktivitas. Ada beberapa motor yang parkir berjajar di depannya.
Rumah itu merupakan kantor Yayasan Orbit. Di sana para pecandu narkoba yang ditangani BNN Kota Surabaya dititipkan. Di sebuah ruangan besar, sekumpulan orang tampak duduk bersila. Mereka duduk santai sambil mengobrol.
Merekalah para pecandu yang tetap tinggal di sana saat hari pertama Lebaran. Salah seorang di antara mereka adalah Bagas. Siswa kelas VIII SMP tersebut harus menahan rindu bertemu keluarga karena menjalani rehabilitasi.
''Baru masuk sini dua minggu,'' ujarnya malu-malu saat ditemui Jawa Pos.
Bagas menceritakan, dirinya direhabilitasi karena kecanduan sabu-sabu. Sejak kelas VI SD dia mengenal serbuk haram tersebut. Jika mengingat kembali, hanya penyesalan mendalam yang dirasakan.
Awalnya, sabu-sabu itu ditawarkan teman-temannya. Kala itu dia dibujuk bahwa serbuk putih tersebut rasanya enak.
''Sekali icip seterusnya ingin lagi,'' kata bungsu di antara dua bersaudara tersebut.
Hampir tiga tahun Bagas menjadi budak narkoba. Selama masa tersebut, dia berubah menjadi sosok pemberontak di dalam keluarganya. Emosinya mudah tersulut.
Dia juga jarang pulang ke rumah. Padahal, remaja yang gemar mendengarkan lagu-lagu dari grup band Superman Is Dead tersebut tergolong cerdas di sekolah. Daya ingatnya kuat. Penguasaan ilmu eksaknya juga tidak kalah jago.
''Terakhir dapat ranking II di kelas,'' tuturnya, lantas senyum-senyum.
Ibunya jadi sering khawatir dengan perkembangan Bagas. Mencium sesuatu yang tidak beres, Bagas lama-kelamaan ketahuan memakai sabu-sabu. Kaget, tidak percaya, marah, dan ingin menangis.
Begitulah perasaan keluarga Bagas saat itu. Namun, keluarganya tidak bisa menyalahkan Bagas sepenuhnya. Lingkungan tempat tinggalnya di kawasan Putat Jaya yang tergolong zona merah peredaran narkoba turut memengaruhi perkembangan Bagas.
Semakin sering ibunya marah, Bagas malah semakin menjadi-jadi. Dia juga berani melawan ibunya. ''Iya, sering marah sama ibu,'' ucap Bagas lirih.